BENCANA ASAP DAN MORAL LINGKUNGAN
Oleh : Kasman Jaya Saad
Negeri yang dikenal sebagai paru-paru dunia ini, kembali menuai sorotan banyak pihak. Bukan soal hutannya yang luas, namun soal kebakaranhutandanlahan (karhutla) meluas di Kalimantan dan Sumatera.Dampak bencana asap juga makin meluas,bahkansudah merepotkan negeri tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Beberapa maskapai penerbangan merugi, karena membatalkan penerbangannya. Indeks Standar Pencemar Pencemar Udara (ISPU) di beberapa daerah di Kalimatan dan Sumatera,mencapai angka 500. Artinya, kualitas udara di tersebut ada pada level berbahaya. Masyarakat tersandera asap pekat. ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) terus mendera banyak warga. Dan masyarakat yang kena bencana asap mengilustrasikan, bencana asap membuat mereka seperti dikurung dalam ruangan tertutup bersama tungku kayu bakar yang menyala. Pilu. Dan negara seakan gagal mengatasi bencana rutin ini. Olehnya tidak keliru kalau kemudian masyarakat-alumni Universitas Riau, serta 40 pengacara-kini menyiapkan gugatan class action kepada negara (walikota, gubernur dan presiden) atas bencana asap ini.
Hutan mengatur iklim, memproduksi oksigen dan menjaga kelangsungan hidupbanyak tanaman hewan berubah menjadi bencana akibat kelalaian kebanyakan kita memaknainya. Kesalahan dalam memaknai lingkungan (hutan), yang dipandang hanya sebagai satu kegiatan teknis operasional semata dengan tujuan pemenuhan keuntungan material ansich. Perilaku pragmatis, rakus dan tak peduli sesama begitu mengemuka. Nilai dan prinsip moral seakan hanya berlaku bagi manusia yang memiliki kepentingan. Kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi, lebih dari segalanya. Lingkungan dan sumber daya alamnya hanya dinilai sebagi alat bagi kepentingan manusia. Lingkungan tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.Bahkan dengan kemajuanteknologidewasa ini membuat manusia makin egoistis, makin tidak peduli lingkungan alam sekitar, seperti karhutla yang terjadi sekarang ini. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, kuat dugaan kebakaran yang terjadi, sengaja dibakar. Praktik ‘land clearing’ dengan cara mudah dan murah memanfaatkan musim kemarau.
Bencana asap dan bencana ekologis lainnya yang sering mendera masyarakat negeri ini, sejatihnya menunjukkan bahwa persepsi banyak anak negeri dalam menyikapi persoalan lingkungan dengan segala sumber daya alam yang ada, jauh dari kepekaan akan dampak yang ditimbulkan. Dinegasikannya paradigma moralitas lingkungan.
Lingkungan dengan sumber daya yang dimiliki, selalu masih dilihat sebagai aset yang harus dikelolah habis, tanpa peduli dampak nanti yang akan ditimbulkan. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan semata dilihat pada aspek teknisnya, abai pada aspek etika dan moralitasnya. Moralitas lingkungan mengandung makna saling menghormati dan melindungi terhadap berbagai komponen lingkungan lainnya, selain manusia secara seimbang dan proporsional. Artinya komponen lain menjadi penting keberadaannya dalam ekosistem, karena nilai dan kemanfaatannya dalam menjaga keseimbangan dan keberlajutan kehidupan dalam arti luas.Menurut Keraf (2010) Manusia hanya bisa hidup dan berkembang sebagai manusia penuh dan utuh bila menyadari kehidupannya sebagai bagian dari komunitas ekologis, selain komunitas sosial. Tanpa alam, tanpa makhluk hidup lain, manusia tidak akan bertahan hidup, karena manusia hanya merupakan salah satu entitas di alam semesta.
Pemahaman filosofi moralitas lingkungan menjadi penting, mengingat makin kuatnya penetrasi kapitalisme dalam pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Artinya pengelolaan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia, tidak boleh hanya dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan fisik pembangunan dan materialisme ansich, namun juga memperhatikan akan kualitas kehidupan segala makhluk dalam ekosistem secara berkelanjutan. Moralitas lingkungan haruslah dipandang sebagai filosofi dalam segala bentuk pembangunan. Dalam moralitas lingkungan, ruang gerak dan penghormatan diberikan pada setiap komponen dalam ekosistem, bukan hanya semata soal ruang gerak manusia dengan manusia, namun juga ruang gerak manusia dengan komponen lingkungan lainnya serta ruang gerak antar komponen lingkungan itu sendiri.
Dan implementasi dari filosofi moralitas lingkungan adalah bentuk pola pikir dan perilaku manusia yang lebih wise, lebih bijak dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan demikian pemecahan persoalan lingkungan harus menjadi prioritas dalam kerangka peningkatan pembangunan dalam segala aspeknya. Sehingga kedepannya fenomena bencana ekologis, termasuk bencana asap yang sering menyertai pembangunan negeri ini dapat direduksi. Semoga.
Penulis
Dosen Universitas Alkhairaat Palu