KEBANGKITAN, BUKAN KEBANGKRUTAN

KEBANGKITAN, BUKAN KEBANGKRUTAN

Oleh : Ahmadan B. Lamuri

Bulan Mei bukan hanya diperingati sebagai lahirnya Pendidikan Nasional; tetapi juga ada momen bersejarah lainnya yaitu Hari Kebangkitan Nasional. Tentu kalimat ini sangat simple, namun bila membuka lembaran sejarah lahirnya ide kebangkitan sangatlah “sarat makna”. Mengapa, karena gagasan kebangkitan adalah gagasan yang dilahirkan untuk tidak mau lagi menerima penderitaan hidup dalam tekanan kaum penjajah. Sudah lama wilayah nusantara beserta isinya diraup, dijarah, manusianya di tindas, diperbodoki; dan sebagainya. Lantas apakah rakyat hanya mau menerima terus menerus kondisi ini; tentu tidak. Caranya adalah menggalakkan dan melahirkan semangat kebangkitan. Bangkit dari ketertindasan, tekanan, pembodohan, kemiskinan, penurunan derajat sebagai manusia, menuju kemerdekaan sejati.
Ide kebangkitan lahir jauh sebelum kemerdekaan, dan setelah dicermati perjuangan yang dilakukan oleh generasi nusantara selama bertahun-tahun ini hanyalah ingin untuk merdeka. Memang harus bangkit, perjuangan demi perjuangan telah dihadapi tetapi ini belum menjadi satu kesatuan yang bulat menuju puncak perjuangan yaitu kemerdekaan. Ternyata kebangkitan itu menjadi motivasi utama untuk menyatukan seluruh kekuatan bangsa meruntuhkan kekuatan kaum penjajah. Upaya tersebut semakin berkobar ketika bulan Oktober 1928 kaum muda-mudi Indonesia menyatakan Ikrar yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda”. Dengan satu gerak dalam segala hal kita akan mampu melumpuhkan seluruh bentuk penjajahan dalam wilayah nusantara ini.
Begitu semangatnya rakyat pada waktu itu, untuk tidak mau berada dalam tekanan apapun bentuknya dari pihak luar, mereka sadar selama masih berada dalam tekanan dan penjajahan, maka rakyat tidak akan pernah merasakan kesenangan dan bahkan tidak akan mampu membangun peradaban bangsa yang maju dan modern. Kemerdekaan yang ingin diraih bukanlah kemerdekaan tanpa makna, melainkan kemerdekaan yang membawa keberkatan hidup bagi penghuni kepulauan nusantara sebagaimana termaktub dalam amanah mukaddimah konstitusi Negara Indonesia. Sungguh begitu mulianya ide dan keinginan para pendahulu bangsa ini, mereka telah korbankan harta dan jiwa raganya hanya ingin melepaskan tekanan kaun penjajah dan ingin mengekspresikan membangun kemajuan bangsanya.
Saat ini bangsa Indonesia memperingati hari Kebangkitan Nasional ke-109, peringatan yang telah memakan waktu lebih dari satu abad lamanya; harusnya Indonesia telah menjadi bangsa yang sangat mandiri dan memiliki peradaban mapan tidak terombang-ambing oleh arus peradaban negara lainnya. Tetapi kenyataannya, kondisi bangsa sebenarnya berada dalam “Kebangkrutan”. Apa yang bangkrut, banyak di antaranya: Lulus UN, putra-putri bangsa ini merayakannya dengan coret-coretan pada busana yang masih layak pakai dan dilakukan dengan perilaku bebas (walaupun tidak semua sekolah), seakan-akan hanya seperti itu cara mensyukuri kelulusan itu harusnya setelah lulus melahirkan putra-putri yang membangkitkan semangat untuk maju bukan justru meinggalkan perilaku bermasalah; inikah bentuk peninggalan pendidikan yang diterima selama ini; tentu tidak, tapi mengapa harus seperti itu? ini adalah bagian dari kebangkrutan moral pendidikan.
Kita juga menyaksikan hukuman mati bagi penyalahgunaan narkoba; tetapi menjadi polemic pada saat yang bersamaan, hampir setiap waktu disuguhkan dengan penangkapan bandar narkoba, penyelundupan, bahkan tidak segan-segan di dalam tahanan pun masih ditemukan transaksi narkoba dan peredarannya yang dikendalikan dari dalam tahanan; siapa yang salah dan merugi ? yang salah adalah system yang juga dibuat oleh manusianya dan merugi adalah bangsa ini ke depan, telah meninggalkan generasi yang mempunyai mental narkoba. Hukuman mati bagi pelaku narkoba bukanlah solusi mengurangi peredaran barang haram tersebut. Mungkin karena factor hukum bisa diperjual belikan, sehingga dengan mudah orang-orang yang berkepentingan pada barang terlarang itu tetap berjaya. Bila ini adalah kenyataan, maka bagian dari kebangkrutan akal sehat, hukum dan moral nasional.
Ketika melihat perkembangan perekonomian, bangsa ini sesungguhnya adalah bangsa yang kaya raya dan belum ada bangsa lain yang menyerupai kekayaan seperti Indonesia. Tapi dari aspek ekonomi termasuk bangsa yang mengarah kepada kebangkrutan. Jumlah hutang luar negeri Indonesia telah melebihi dari APBNnya bahkan setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah; itulah kondisi sebenarnya bangsa Indonesia. Pengembalian bunga dan pokoknya hutang pertahun mencapai puluhan triliyunan. Jika membayar hutang luar negerinya mencapai angka triliyunan, logika berfikirnya bahwa bangsa ini masih berlanjut penjajahan dari bangsa lain di saat kita telah merdeka. Bangsa yang dibayarkan hutangnya itu tidak datang ke Indonesia menggali kekayaan, memperbodoki rakyatnya tetapi dengan cara memberi hutang berarti bangsa ini telah terjajah oleh mereka dan dengan begitu mudahnya meraup kekayaan Indonesia. Padahal kebangkitan itu lahir adalah untuk membersihkan semua itu.
Pengembalian hutang luar negeri yang begitu besar, harusnya berubah menjadi dana pembangunan bangsa. Berapa provinsi di Indonesia dan rakyat yang dapat disejahterakan? Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain yang harus dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia kecuali tanamkan kembali dalam jiwa dan langkah kita untuk bangkit dari : a) sikap dan perilaku keterbelengguan budaya, moral, peradaban bangsa lain, tekanan ekonomi, tekanan hukum, dan sebagainya yang bertentangan dengan falsafah hidup bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri dan berbudaya luhur dalam percaturan peradaban dunia; b) tinggalkan sikap menopoli perekonomian bangsa menumbuh suburkan perekonomian berbasis kerakyatan; c) sikap sadar bahwa bangsa kita adalah bangsa yang kaya raya olehnya itu kekayaan ini tidak boleh dinikmati oleh bangsa lain; d) berusaha berlomba dalam segala kebaikan yang memberi manfaat bersama dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa. Singkatnya “bangkit melalui karya nyata yang tidak bernilai negative dan merugikan bangsa ini sekecil apapun”. Selamat Hari Kebangkitan Nasional”. Wallahul ‘Alam !

 

Penulis : Dosen Universitas Alkhairaat

Wartakiat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *