MEMIMPIN DENGAN HATI
Oleh: Dr. Ir. H. Kasman Jaya,M.Si.*
DALAM satu waktu, diteras depan salah satu kelas di fakultas pertanian Unisa Palu, saya dengan Dr.Arfan-Dekan Fakultas Pertanian melanjutkan diskusi setelah rapat evaluasi semester. Banyak hal yang kami diskusikan, termasuk soal pemimpin dan memimpin (dua hal berbeda menurutku) Sebagai dekan, beliau memiliki semangat antusias yang pantang menyerah, sehingga diskusi dengan beliau, meski lebih tua, secara alami semangat saya ikut terpacu mencoba mengimbanginya.
Dengan semangat itu pula saya nyerocos menceritakan kebeliau tentang bagaimana memimpin dengan hati. Dari buku Menjadi Pemimpin Yang Efektif karya Santika (2011) saya mengutip cerita tentang seorang pengusaha yang memimpin dengan hati. Adalah Charles Schwab, begitu nama pengusaha itu. Charles Schwab ini dipercaya menjadi pimpinan suatu perusahaan/pabrik baja dengan gaji sejuta dolar pertahunnya. Suatu sore Schwab berjalan mengelilingi pabrik baja tempat dia menjadi direkturnya. Schwab menemukan sekelompok karyawan sedang merokok persis di bawah tanda yang bertuliskan -DILARANG MEROKOK- Apakah Schwab marah, lalu menunjuk tanda itu dan membentak karyawannya, “apakah kalian ini butuh huruf, tidak tahu membaca”, sama sekali tidak, Schwab menghampiri karyawan itu dan berbincang-bincang dengan ramah dan tidak mengucapkan sepatah katapun tentang ulah karyawannya yang melanggar itu, karena mereka merokok di bawah tanda dilarang merokok.
Akhirnya Schwab mengeluarkan rokok dari sakunya, dan memberikannya kepada karyawan itu dan berkata dengan mengedipkan mata, “Saya akan senang, bila kalian merokok di luar sana” Itu saja yang diucapkan Schwab. Dan para karyawan itu sudah mengetahui mereka telah melanggar peraturan, dan mereka kagum dengan Schwab karena tidak memaki-maki, membentak mereka. Sikap sportif Schwab terhadap karyawannya itu, membuatnya dikagumi dan juga diperlakukan sportif oleh karyawannya. Schwab telah memikat hati karyawannya bukan pikirannya. Cerita ini sungguh mengispirasi bagi saya pak dekan, semoga kita dapat menjadikan pelajaran untuk lebih memikat hati mahasiswa dan staf dikampus, ketimbang pikirannya.
Ditengah diskusi, beberapa mahasiswa datang membungkuk dan mencium tangan kami berdua, lalu pergi dengan senyum dan tentu saja harapan bahwa kelak mereka akan menjadi pemimpin, bukan hanya sekedar menjadi pemimpin yang diangkat secara formal namun juga harus memiliki ketrampilan memimpin. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Ketika terjadi kedamaian dalam diri dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaanya mendorong perubahan dalam institusinya, pada saat itulah pemimpin itu lahir dengan jiwa memimpin. Dasar utamanya pemimpin itu adalah kredibilitas yang didalamnya ada kapasitas, kapabilitas dan kepercayaan. Tabe pak dekan, saya pamit.(Penulis adalah Dosen Senior Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat)