MENGASAH KECERDASAN ANAK MELALUI AKTIVITAS MENULIS (Catatan Kecil buat Para Juara Lomba Menulis)
Oleh: Rani Fardani, S.S.,M.Pd.*
“Malam hari pun tiba, aku dan keluargaku akhirnya berkumpul kembali setelah sekian lama, kami saling bertukar cerita, kami berkumpul di ruang tengah rumahku. Ayah banyak bercerita mengenai keadaan kota Morowali, ayah juga berkata, lebih baik kerja di kota sendiri dekat dengan keluarga, dibanding kerja di luar kota dengan gaji besar, namun jauh dari keluarga.” Pesan apakah yang ingin disampaikan si anak? Bahwa keluarga adalah harta paling berharga yang selalu dirindukan untuk berkumpul dalam suka maupun duka. Demikian alinea penutup sebuah cerpen dari salah seorang siswi yang menjuarai Lomba Menulis Cerpen Tingkat SMP/MTs sederajat se-Kota Palu yang telah dilaksanakn sejak tahun 2015 oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Palu. Lomba tahun 2022 ini diikuti oleh 28 sekolah dari 75 sekolah atau hanya sekitar 47% yang memiliki animo untuk mengikuti lomba tersebut, entah karena keinginan pribadi siswa untuk mengikutinya atau hanya karena keinginan sekolah untuk berpartisipasi pada kegiatan tersebut.
Apa itu menulis? Menurut Tarigan (2008), menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Keterampilan ini tidak datang secara otomatis tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Keterampilan menulis adalah kemampuan berbahasa paling kompleks setelah menyimak, berbicara dan membaca.
Secara umum, aktivitas menulis memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai media penyaluran emosi, perasaan, isi hati, ekspresi diri (kecerdasan emosional), belajar beropini, melatih kreativitas, mengembangkan imajinasi (kecerdasan intelektual), menempatkan perilaku dan hidup yang memiliki makna (kecerdasan spiritual), dan masih banyak lagi manfaat lainnya. Sedangkan terkhusus bagi anak-anak, menurut Amelia Hirawan sebagai psikolog anak sekaligus art therapist dan writing coach, menulis memiliki manfaat: (1)meningkatkan intelegensi anak karena anak akan terpancing untuk menambah kosakata baru, berpikir secara sistematis dan terstruktur untuk menyelesaikan tulisannya, (2)media terapi atau katarsis, yakni tidak dapat dipungkiri ketika anak menulis baik fiksi ataupun nonfiksi, anak akan memasukkan pengalaman pribadinya ke dalam tulisannya, anak akan mengomunikasikan hal-hal yang sulit diutarakan secara lisan, (3) berlatih memecahkan masalah dan mengambil kesimpulan.
Hasil survey dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang dikeluarkan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 2015 menemukan bahwa peningkatan kompetensi anak Indonesia dalam menulis menempati peringkat ke-60 dari 72 negara. Hal ini dapat kita rasakan langsung di sekitar kita, ketertarikan anak dalam menulis masih sangat rendah. Apa penyebabnya? Kita semua mungkin teringat pada saat bersekolah SD, semisal pelajaran menggambar, kita selalu diajarkan memiliki kesamaan dalam proses menggambar dengan dimensi gunung, matahari, sawah. Begitupun dengan pelajaran menulis, kita diarahkan untuk menulis sama seperti bahasa yang ditulis oleh guru. Tulisan diarahkan untuk benar secara gramatikal, sehingga tulisan yang tidak sesuai dengan aturan gramatikal dengan mudah disalahkan oleh guru. Siswa kurang diarahkan untuk menuliskan apa saja yang ingin ditulisnya menggunakan bahasanya sendiri tentang apa yang siswa lihat, dengar, rasakan, alami dari pengalaman panca indranya.
Selain dari pengalaman indrawi anak, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk membuat anak menyukai aktivitas menulis, yakni salah satunya adalah usia yang didukung oleh lingkungan, dimulai dari lingkungan keluarga dengan melakukan pembiasaan. Usia yang paling menentukan untuk mengajarkan anak adalah pada usia “golden age” sekitar 0-5 tahun. Pada masa ini, otak anak akan sangat cepat memproses apapun yang dilihat, didengar,dialami dan dipelajari. Adapun tahapan menulis anak sesuai usia: (1)tahap mencoret atau membuat goresan tanpa bentuk biasanya dialami pada anak usia 1-2 tahun, pada tahap ini anak akan menulis baik itu di kertas, lantai ataupun tembok. Jadi tidak heran ketika rumah penuh dengan coretan dan orang tua sebaiknya tidak marah namun memberikan bantuan dan arahan untuk mencoret pada media yang disediakan oleh orang tuanya, (2)tahap pengulangan secara linier biasanya dialami pada anak usia 2-3 tahun yang menghasilkan tulisan horizontal berbentuk garis, (3)tahap menulis random, biasanya dialami anak usia 3-4 tahun, yakni tulisan yang dibuat sudah berbentuk huruf atau angka walaupun terkadang masih muncul secara terbalik, (4)tahap menuliskan nama, biasanya dialami pada anak mulai usia 4 tahun yakni si anak sudah mulai menghubungkan tulisan dan bunyi, entah terdiri dari 2 huruf atau lebih membentuk kata atau nama sederhana.
Bagaimana menstimulasi aktivitas menulis anak sejak dini sesuai usia? Pertama, orang tua ataupun guru menyediakan alat pendukung menulis, seperti: spidol, kertas, pensil, krayon. Kedua, orang tua ataupun guru memberi kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas menulis, misal bermain peran yakni anak-anak menjadi guru yang sedang mengajar di papan tulis dan menuliskan kata-kata. Ketiga, orang tua ataupun guru dapat meminta anak untuk menuliskan keseharian mereka, apapun yang mereka rasakan, agar anak semakin tumbuh menjadi pribadi yang kritis. Keempat, orang tua ataupun guru dapat menjadi teman diskusi terhadap suatu topik yang menarik bagi anak dan menuliskan pada sebuah kertas untuk sama-sama didiskusikan dengan si anak. Kelima, sediakan buku-buku menarik agar anak tertarik untuk membaca sehingga dari bacaannya akan menambah kosakata yang akan membantu aktivitas menulisnya. Kelima, orang tua ataupun guru mengajak anak untuk mengikuti lomba menulis, sehingga anak terpacu untuk memiliki jiwa kompetitif. Keenam, yang menjadi hal yang paling utama adalah beri respon dan apresiasi positif terhadap tulisan anak serta terus memotivasi anak untuk menuliskan apapun yang ingin ditulisnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas menulis merupakan aktivitas yang akan terus ditemui baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah, baik menulis konvensional maupun menulis pada gawai, maka jadikanlah menulis sebagai kebiasaan yang dialami oleh anak secara langsung dan dimulai sejak dini sehingga kelak ketika anak telah besar, mereka mampu membuat tulisan mandiri sebagai bagian dari usaha menghindari tulisan yang bersifat plagiasi karena kurangnya latihan menulis. Dengan menulis, kita berpikir, belajar menulis berarti belajar berpikir, orang yang berpikir berarti menggunakan otak sehingga dengan terus berlatih menulis akan mengasah otak untuk berpikir dan menjadi cerdas untuk menghasilkan sebuah tulisan yang runtut dan sistematis. Maka tanamkanlah selalu pada anak “tulislah apa yang kamu pikirkan, dan pikirkan apa yang kamu tulis!
*Penulis adalah dosen Fakultas Sastra Unisa Palu