OPTIMALISASI IBADAH SEBAGAI PESAN LAILATUL QADAR
*Oleh: Dr. Ahmadan B. Lamuri, S.Ag.,M.HI.
SALAH satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah di mana di dalamnya terdapat satu malam yang nilai ibadah seorang hamba setara dengan seribu bulan. Malam yang sangat dikenal dikalangan ummat Islam. Peristiwa agung ini tidak pernah terlewati penyampainnya oleh para da’i ketika memberikan tausiyah di sepuluh terakhir Ramadhan. Memang perlu terus dikumandangkan agar shaimun/shaimat berusaha meraihnya.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa Lailatul Qadar merupakan malam yang dijanjikan Allah swt bahkan disaksikan serta dicatat oleh segenap alam wujud dengan penuh kegembiraan, suka cita, dan kepatuhan. Lailatul Qadar telah hadir untuk menunjukkan adanya kontak langsung antara bumi dan tempat yang paling tinggi (ittishal mutlak dengan al-mala’ul a’la). Peristiwa agung ini terjadi dimana bumi tidak pernah menyaksikan hal yang semisal dengannya; baik itu menyangkut keagungannya, petunjuknya, pengaruh-pengaruhnya dalam kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Keagungan dan kemuliaannya tidak dapat diliput dan dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia sebagaimana Allah telah menampilkan dalam bentuk pertanyaan: wama adrakama lailatul qadar? Ahli tafsir menjelaskan bahwa ketika Allah menggunakan kalimat seperti itu, menunjukkan pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban dari manusia sebab jangkauan jawabannya tidak mampu menembus makna dan hakikat yang dikandung dari kalimat tersebut.
Jadi keutamaan, keagungan, keistimewaan Lailatul Qadar sesungguhnya tidak dapat diketahui oleh para ulama dan ilmuwan; bagaimanapun tingginya ilmu pengetahuan mereka. Bahkan dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan bahwa pengertian dan pengetahuannya Nabi-Nya pun tidak sanggup menentukan kebesaran dan keutamaan malam itu. Jadi hanya Allah sematalah yang mengetahui segala hal-hal gaib di balik peristiwa agung tersebut.
Kehadiran Lailatul Qadar sebenarnya mendorong optimalisasi ibadah bagi umat Islam yang berpuasa. Mengapa tidak, dengan adanya nilai yang setara seribu bulan merupakan janji dan motivasi yang pasti dari Allah swt. Salah satu yang perlu dioptimalkan adalah membaca al-Qur’an sebagaimana al-Qur’an diturunkan pada Lailatul Qadar.
Malam itu adalah malam dimana al-Qur’an di turunkan pertama kali. Proses turunnya di malam itu adalah sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah. Bukankah al-Qur’an itu merupakan pedoman yang terbaik dan sempurna untuk manusia? Manusia sangat membutuhkan kehadiran al-Qur’an karena tanpanya manusia tidak mengetahui dan memahami prinsip-prinsip kemaslahatan yang sebenarnya untuk membuat dan menetapkan peraturan-peraturan dalam pergaulan hidupnya. Selain itu, al-Qur’an telah menjadi kitab suci yang diturunkan terakhir dan menantang bagi siapa saja yang ingin menyaingi dan menandinginya. Tetapi bagaimanapun kehebatan dan kemampuan manusia dengan difasilitasi ilmu pengetahuan, al-Qur’an juga telah memastikan keinginan itu tidak akan mampu dicapai oleh manusia sekalipun bersama dengan ulama-ulama dari kalangan Jin (Q.S. al-Isra’: 88). Kehadiran al-Qur’an merupakan sesuatu yang di luar jangkauan nalar dan kemampuan manusia untuk menandingi keistimewaannya. Al-Qur’an telah dijadikan tuntunan dan pedoman bagi manusia sepanjang masa. Manusia bisa berganti tetapi al-Qur’an akan tetap seperti yang ada saat ini (Q.S. al-Hijr: 9).
Perintah membaca al-Qur’an, telah banyak disinggung oleh Allah swt dalam al-Qur’an itu sendiri. Abdullah Saeed menjelaskan membaca al-Qur’an itu salah satu bentuk ibadah yang penting sebagaimana mendirikan shalat, menunaikan zakat. Hal ini dapat dipahami dan diketahui dari penjelasan ayat 20 surah al-Muzzammil. Selain itu, pada Surah al-A’raf ayat 204 Allah swt menjelaskan” Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.
Membaca al-Qur’an termasuk perbuatan ibadah. Siapa yang membacanya akan mendapatkan nilai balasan sebagaimana ia melaksanakan ibadah lainnya. Tetapi keistimewaan membaca al-Qur’an sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw “Siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, dia mendapat satu kebaikan yang dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim itu satu huruf; melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (H.R. Tirmidzi, h. 2910).
Imam Nawawi dalam kitab Riyadhusshalihin menulis sebuah hadits riwayat Muslim bahwa “Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat kepada pembacanya di yaumil qiyamah”. Dari Anas bin Malik dari Musa al-Asy’ari Nabi Muhammad saw bersabda: “Perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an adalah seperti limau; rasanya enak dan baunya harum” (H.R. Bukhari, h. 5020).
Jika sekiranya seseorang melaksanakan i’tikaf di masjid pada malam sepuluh terakhir dan sebagian membaca al-Qur’an dan yang lainnya diam mendengarkan bacan-bacaan itu, maka antara yang membaca dan yang mendengarkannya sama-sama akan mendapatkan rahmat dari Allah swt dan keseluruhan balasannya hanya Allah jualah yang mengetahuinya. Oleh sebab itu, salah satu amalan ibadah yang diperbanyak menjelang Lailatul Qadar adalah “tadarrus al-Qur’an”. Membaca al-Qur’an merupakan salah satu amal ibadah. Siapa yang membacanya berarti ia telah melaksanakan ibadah. Memperbanyak membacanya berarti ia telah memperbanyak ibadah. Nabi Muhammad saw telah menegaskan bahwa di yaumil akhir nanti bagi siapa yang sering membaca al-Qur’an, maka al-Qur’an akan datang kepadanya dengan membawa syafaat.
Optimalisasi beribadah dari pesan Lailatul Qadar telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dimana pada sepuluh malam terakhir beliau melakukan i’tikaf bersama keluarganya. Beliau mengencangkan ikat pinggannya dan menghidupkan malam hari dengan amal ibadah dan membangunkan keluarganya. (H.R. Bukhari, h. 2024).
Masih tersisa dua malam ganjil yang memungkinkan peristiwa Lailatul Qadar itu terjadi, maka berusahalah memanfaatkannya dengan memperbanyak membaca al-Qur’an, shalat sunnah, memohon ampunan, dan berdoa sebanyak-banyaknya, serta amalan-amalan lainnya. Apapun yang akan dilaksanakan oleh hamba, akan dijawab oleh Allah swt. “Aku akan menjawab setiap permohonan apabila hamba-Ku bermohon…” (Q.S. al-Baqarah: 186). Usahakanlah sebagai peraih malam kemuliaan dan keagungan itu; malam yang nilainya ibadah setara dengan seribu bulan; yang dengannya akan menutup pelaksanaan ibadah puasa dengan capaian “muttaqiin”. Wallahul A’lam!!!
*Penulis adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Alkhairaat.