Teliti Pemikiran Ulama Besar AL-Azhar Tentang Riba, Raguwan Binti Saggaf Aljufri Raih IPK 3,92

Teliti Pemikiran Ulama Besar AL-Azhar Tentang Riba, Raguwan Binti Saggaf Aljufri Raih IPK 3,92

Palu-WartakiatΙ  Raguwan binti Saggaf Aljufri, mahasiswa program studi Hukum Ekonomi Syariah, berhasil meraih nilai skripsi 92,7 atau setara dengan nilai A dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), 3,92 predikat Sangat Memuaskan. Raguwan berhasil mempertahankan skripsi yang  berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Bank Konvensional di Indonesia (Studi Komparasi Pendapat Yusuf al-Qardhawi dan M. Sayyid al-Thantawi.” di Kampus UIN Datokarama Palu, Selasa (4/6).

Hasil riset Ketua Banaat Alkhairaat Kota Palu itu menndapatkan  respon dan masukan yang baik dari dewan penguji,  Drs. Ahmad Syafii, M.H selaku pimpinan sidang.  Dr. M. Taufan B., S.H., M.Ag., M.H, Penguji Utama I, Nurinayah, Lc., M.H, Penguji Utama II, Dr. H. Muhammad Syarif Hasyim, Lc., M.Th.I, Penguji sekaligus pembimbing 1  dan Muhammad Syarief Hidayatullah, M.H, Penguji sekaligus  pembimbing II.

Dalam penelitiannya, permasalahan mengenai bunga bank termasuk riba dan hukumnya haram maupun boleh tidak terlepas dari pandangan pemikiran Ulama Kontemporer Yusuf Al-Qardhawi dan Sayyid Thantawi.

Yusuf Al-Qardhawi dengan tegas menfatwakan bunga bank termasuk riba dan haram. Baginya, riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta. Artinya, apa yang diambil seseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa bersusah-payah sebagai tambahan atas pokok hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba. Sandaran dalilnya sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 278-279.

 “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).”

Karena illat riba yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu bertambahnya harta dari pokok yang dipinjamkan, sebagaimana dinyatakan dalam kalimat “wa in tubtum fa lakum ru’su amwalikum”

Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Sayyid Thantawi dalam bukunya berjudul “Muamalat al-Bunuk wa Ahkamuha as-Syar’iyyah” menjelaskan bahwa bunga bank bukan termasuk riba. Dasar pemikiran Sayyid Thantawi adalah pada banyak menyebutkan, bahwa Rasulullah Saw. telah memberikan lebihan dari pokok utang kepada kreditur atau orang yang meminjami, karena didorong oleh ungkapan terimakasih dan penghargaan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a., ia berkata, “Rasulullah Saw  pernah punya utang kepadaku, lalu beliau membayarnya lebih dari yang semestinya.” (HR, Al-Bukhari Muslim).

Dari hadits itu, Sayyid Thantawi menjabarkan bahwa penambahan dan lebihan dari dari pokok utang, baik dalam bentuk uang, benda maupun hewan, baik dalam timbangan maupun ukuran, tidak mengapa diberikan, selagi penambahan tersebut dilakukan atas dasar saling ikhlas antara semua pihak yang terlibat, tanpa disertai syarat dan tidak pula disertai sesuatu yang haram, maka itulah yang dibolehkan, sebab memang tidak ada larangan.

Fatwa beliau juga berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 86. “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah dengan yang sepadan. Sesungguhnya Allah Maha Memperhitungkan segala sesuatu.”

Bukan hanya Sayyid Thantawi, tokoh ulama kontemporer lain seperti Muhammad Abduh, Ali Jumu’ah, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Mereka berpacu pada firman Allah SWT Surah An-Nisa ayat 29.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Pada ayat diatas, Allah tidak membolehkan memakan harta milik orang lain dengan cara yang salah, seperti hal nya mencuri, menggasab dan dengan cara riba. Begitu pula sebaliknya, Allah membolehkan hal itu jika dilakukan dengan perdagangan yang dilakukan atas saling ridho. Namun demikian, keduanya berangkat dari asumsi yang sama, bahwa riba sebagai mana yang telah disebutkan didalam Al-Qur’an, adalah riba yang menyebabkan adanya kemudharatan berupa ketidakadilan. Selain itupun pada saat ini, sudah terdapat banyak peraturan perundang-undangan, yang melindungi hak-hak peminjam maupun pemberi pinjaman.

Sy. Raguwan terlihat didampingi oleh ibunya, suami serta anaknya dan bibinya dan beberapa keluarga besar lainnya.

Laporan: Ridwan Laki/Mustafa Saggaf Aljufri

 

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *