NILAM SARI LAWIRA DAN JALAN PANJANG PENDIDIKAN INKLUSIF DI SULAWESI TENGAH

NILAM SARI LAWIRA DAN JALAN PANJANG PENDIDIKAN INKLUSIF DI SULAWESI TENGAH

Oleh: Hasrudin Usman, S.Pi., M.Si.*

Ditengah kompleksitas pembangunan Sulawesi Tengah—dari infrastruktur, sumber daya alam, hingga dinamika sosial ekonomi—isu pendidikan tetap menjadi fondasi utama bagi perubahan yang berkelanjutan. Salah satu sosok yang menonjol dalam memperjuangkan akses pendidikan di daerah ini adalah Dr. Hj. Nilam Sari Lawira, anggota DPR RI Komisi X yang membidangi pendidikan, kebudayaan, riset, dan pemuda.

Latar belakang akademiknya sebagai dosen dan peneliti pertanian memberi warna tersendiri dalam cara beliau memandang pendidikan: bukan sekedar instrumen mobilitas sosial, tetapi juga strategi pemberdayaan ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam banyak kesempatan, Nilam menegaskan bahwa kemajuan daerah tidak hanya ditentukan oleh sumber daya alam, melainkan oleh kualitas manusia yang mengelolanya.

Dari Akademisi ke Legislator: Membawa Spirit Kampus ke Kebijakan Publik

Perjalanan Nilam Sari Lawira dari ruang kuliah Universitas Tadulako menuju ruang rapat DPRD Sulteng, dan kini ke Senayan, menunjukkan transformasi peran dari pendidik menjadi pengambil kebijakan. Ia tidak sekedar membawa idealisme akademik, tetapi juga menanamkan paradigma “pendidikan untuk semua”, terutama bagi kelompok masyarakat yang sering terpinggirkan oleh kondisi geografis dan ekonomi.

Konsistensinya terlihat dalam penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) di berbagai kabupaten di Sulawesi Tengah. Ribuan siswa sekolah dasar hingga menengah menerima manfaat langsung dari program tersebut, termasuk di wilayah pesisir dan pedesaan yang sulit dijangkau. Dalam berbagai kunjungan, ia menekankan agar tidak ada satu rupiah pun dari bantuan itu yang disalahgunakan atau dipotong—karena dana tersebut merupakan hak penuh peserta didik dari keluarga kurang mampu.

Mengulurkan Tangan ke Anak-Anak Nelayan

Salah satu tantangan nyata pendidikan di Sulawesi Tengah terletak di kawasan pesisir—tempat ribuan keluarga nelayan menggantungkan hidup. Anak-anak nelayan sering kali dihadapkan pada pilihan sulit antara membantu orang tua di laut atau melanjutkan pendidikan. Keterbatasan biaya, jarak sekolah, dan kesadaran pendidikan menjadi faktor yang memperlemah akses mereka.

Dalam konteks ini, inisiatif Nilam Sari Lawira melalui jalur aspirasi PIP memiliki arti strategis. Program tersebut memberi peluang bagi anak-anak nelayan untuk tetap bersekolah tanpa beban biaya yang mencekik keluarga. Sementara itu, pada jenjang perguruan tinggi, Beasiswa KIP Kuliah menjadi jembatan bagi mereka yang berhasil menembus universitas tetapi tidak memiliki kemampuan finansial.

Dengan dukungan dan advokasi dari Komisi X DPR RI, Nilam berupaya memastikan bahwa mahasiswa dari daerah pesisir, termasuk mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat, dapat mengakses bantuan KIP Kuliah. Program ini tidak hanya menolong mahasiswa bertahan di bangku kuliah, tetapi juga mendorong lahirnya generasi baru yang memahami laut bukan sekedar sumber penghidupan, melainkan ruang ilmu pengetahuan dan inovasi.

Pendidikan sebagai Pemberdayaan Ekonomi Pesisir

Pendekatan Nilam Sari Lawira terhadap pendidikan tidak berhenti pada aspek sosial, tetapi juga menyentuh dimensi ekonomi. Pendidikan dilihatnya sebagai instrumen transformasi ekonomi berbasis sumber daya alam berkelanjutan. Dalam berbagai forum, ia menekankan pentingnya penguatan kapasitas sumber daya manusia di sektor pertanian, perikanan, dan kelautan — sektor yang menjadi tulang punggung masyarakat Sulawesi Tengah.

Dengan mengintegrasikan PIP dan KIP Kuliah ke dalam agenda pemberdayaan masyarakat pesisir, ia sebenarnya sedang membangun fondasi jangka panjang: mencetak generasi terdidik dari keluarga nelayan yang kelak mampu mengelola potensi laut dengan pendekatan ilmiah dan berwawasan lingkungan.

Refleksi dan Harapan

Sepak terjang Nilam Sari Lawira mencerminkan model kepemimpinan legislatif yang berpijak pada ilmu dan empati sosial. Ia tidak berhenti pada retorika kebijakan, tetapi hadir di lapangan, mendengarkan suara rakyat kecil, dan mengawal penyaluran bantuan pendidikan secara langsung.

Langkah-langkah seperti inilah yang dibutuhkan oleh daerah seperti Sulawesi Tengah—wilayah yang kaya sumber daya namun masih menghadapi ketimpangan akses pendidikan. Melalui PIP dan KIP Kuliah, harapan untuk menyetarakan kesempatan belajar bagi anak-anak nelayan dan keluarga miskin bukan sekedar wacana, tetapi mulai berwujud nyata.

Pada akhirnya, pendidikan bukan hanya tentang mencetak sarjana, tetapi tentang mengangkat harkat manusia. Dan dalam perjuangan itu, figur seperti Nilam Sari Lawira menjadi bukti bahwa politik bisa menjadi ruang mulia untuk menegakkan keadilan pendidikan bagi semua.

Penulis adalah: Ketua Unit Penjaminan Mutu Fakultas Perikanan UNISA Palu

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *