EKOTOKSIKOLOGI PERAIRAN BERBASIS KECERDASAN BUATAN AI (Pendekatan Modern untuk Deteksi, Prediksi, dan Pengelolaan Risiko Pencemar)

EKOTOKSIKOLOGI PERAIRAN BERBASIS KECERDASAN BUATAN AI (Pendekatan Modern untuk Deteksi, Prediksi, dan Pengelolaan Risiko Pencemar)

Oleh: Sonny Lahati, S.Pi.,M.Si.*

Ekotoksikologi perairan tidak hanya mempelajari dampak bahan kimia berbahaya—seperti logam berat, pestisida, mikroplastik, dan senyawa organik persisten terhadap organisme akuatik dan ekosistem. Tantangan utamanya adalah kompleksitas interaksi antara zat pencemar, faktor lingkungan, serta respons biologis organisme. Ekotoksikologi juga dampak radiasi dan dampak radiasi ionosasi, cabang ilmu dari radiotoksikologi.

Perkembangan Artificial Intelligence (AI) menawarkan peluang besar untuk meningkatkan kecepatan, akurasi, dan efisiensi analisis ekotoksikologi, mulai dari deteksi dini pencemaran, prediksi bioakumulasi, hingga pemodelan risiko ekosistem. Pentinya menelaah bagaimana bahan kimia berbahaya—termasuk logam berat (Hg, Pb, Cd), pestisida, mikroplastik, bahan bakar hidrokarbon, serta senyawa organik persisten (POPs)—berinteraksi dengan organisme akuatik dan memengaruhi struktur serta fungsi ekosistem perairan. Zat-zat ini dapat memasuki lingkungan melalui berbagai kegiatan manusia seperti penambangan, pertanian intensif, industri, transportasi laut, hingga aktivitas domestik.

Selain itu, juga penanganan Cesium-137 (Cs-137) yang merupakan radionuklida produk fisi nuklir yang bersifat radioaktif, sangat toksik, mudah larut dalam air, dan memiliki waktu paruh 30,17 tahun. Ini berarti Cs-137 dapat bertahan dalam lingkungan selama satu generasi penuh manusia, sehingga menjadi ancaman serius bagi ekosistem perairan dan kesehatan manusia. Di era AI, masalah Cs-137 tidak hanya terkait sifat toksiknya, tetapi juga kompleksitas deteksi, peredarannya, risiko penyalahgunaan, serta kebutuhan mitigasi cepat berbasis data besar. Kalau analisis logam berat dengan berbagai peralatan analsis penggunanaan ICP-MS ( Inductively Coupled Plasma – Mass Spectrometry), AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometry) sedangkan analisis toksikologis radiologi yakni gamma spectrometri, dosimetry.

Yang membuat ekotoksikologi perairan menjadi bidang yang sangat menantang adalah kompleksitas interaksinya. Dalam perairan, toksisitas suatu bahan kimia tidak bekerja secara tunggal, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor fisika-kimia seperti pH, suhu, salinitas, kandungan oksigen, kekeruhan, bahan organik terlarut (DOC) dan dinamika arus. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan bioavailabilitas, memodifikasi bentuk kimia (speciation), serta mengubah efek toksik pada organisme.

Selain itu, respons biologis organisme akuatik juga sangat bervariasi. Efek toksik dapat muncul pada level molekuler yakni inhibisi enzim, stres oksidatif. Pada sel terjadi kerusakan membran, mutasi DNA. Individu spesies pertumbuhan terhambat maupun penurunan reproduksi. Sedangkan pada populasi terjadi penurunan kelimpahan alami. , jika pada komunitas terjadi perubahan komposisi spesies. Terganggunya ekosistem rantai makanan dan aliran energi.

Karena banyaknya lapisan interaksi ini, analisis ekotoksikologi tradisional sering memerlukan waktu lama, biaya besar, uji laboratorium intensif, dan monitoring lapangan yang berulang. Di sinilah Artificial Intelligence (AI) memberikan revolusi besar.  Perkembangan AI—termasuk machine learning, deep learning, dan analisis data besar—menawarkan peluang untuk mengefisiensikan seluruh proses ekotoksikologi dari hulu ke hilir.

Peran AI dalam Ekotoksikologi Perairan

AI mampu mengolah data besar dari sensor perairan, citra satelit, dan drone untuk mendeteksi anomali kimia di sungai, danau, dan pesisir. Contoh penerapan yakni Sensor IoT + Machine Learning (ML) dengan mengenali pola fluktuasi pH, DO, suhu, konduktivitas, dan kandungan logam untuk mengidentifikasi kejadian pencemaran mendadak. Selain itu Computer Vision yuakni mengidentifikasi tumpahan minyak/ALGAL bloom dari citra satelit. Alur kerjanya: Sensor → Data streaming → Model AI → Notifikasi otomatis.

Prediksi Bioakumulasi dan Biomagnifikasi Menggunakan Model AI Model Non-Linear Machine Learning AI dapat memprediksi: biokonsentrasi faktor (BCF), bioakumulasi (BAF). Dengan model umum misalnya Support Vector Machine. Contoh Output Prediksi AI memproses histori data logam berat Zn, Pb, Hg pada ikan dan memperkirakan risiko paparan kronis, ambang toksisitas, level akumulasi pada rantai makanan (fitoplankton → ikan kecil → ikan karnivor → manusia).

Respon Global

Secara global, penerapan resolusi ekotoksikologi terus menguat seiring meningkatnya tekanan terhadap kualitas lingkungan akibat pencemaran kimia, limbah industri, logam berat, radionuklida, pestisida, serta munculnya polutan baru seperti mikroplastik, PFAS, dan nanomaterial. Berbagai konvensi internasional menjadi fondasi utama dalam pengendalian risiko toksik terhadap ekosistem, misalnya Stockholm Convention yang berfokus pada penghapusan POPs, Minamata Convention untuk pengurangan merkuri di lingkungan, dan Basel Convention yang mengatur perpindahan lintas negara limbah B3 guna melindungi negara berkembang dari dumping limbah berbahaya.

Penerapan ekotoksikologi di tingkat global juga semakin terintegrasi melalui pendekatan One Health, yang menyatukan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam satu kerangka penilaian risiko. Negara-negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia telah menerapkan Environmental Risk Assessment (ERA) secara sistematis sebagai dasar pengelolaan bahan kimia, sementara negara-negara Asia Timur dan Pasifik memperkuat pengawasan logam berat dan radionuklida, terutama pasca kejadian besar seperti Fukushima. Tren pemantauan modern kini menggabungkan penggunaan bioindikator, biomarker molekuler, sensor kualitas air real-time, hingga pemodelan berbasis kecerdasan buatan untuk memprediksi toksisitas.

Meski demikian, tantangan global masih besar, termasuk keterbatasan data toksisitas organisme tropis, meningkatnya kombinasi tekanan lingkungan akibat perubahan iklim, serta kompleksitas polutan emergen yang belum sepenuhnya terstandarkan. Ke depan, arah resolusi ekotoksikologi dunia menekankan harmonisasi regulasi bahan kimia, pengurangan polutan prioritas global, pengembangan solusi berbasis alam (Nature-based Solutions) seperti fitoremediasi dan wetland buatan, serta digitalisasi pemantauan ekosistem untuk memastikan perlindungan berkelanjutan terhadap kesehatan lingkungan dan makhluk hidup.

Penutup

Toksikologi Ilmu tentang efek merugikan suatu agen terhadap organisme. Agen tersebut tidak harus berupa bahan kimia, tetapi dapat berupa: Toksin kimia (logam berat, pestisida, PAH). Toksin biologis (mikotoksin, racun alga). Toksin fisika (radiasi ionisasi → termasuk radiasi dari Cs-137)

Penulis adalah: Dosen Prodi Sumberdaya Akuatik Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat*

 

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *