Kemuliaan Nabi Muhammad dalam Bahasa Al-qur’an

Oleh: Dr. Ahmadan B. Lamuri, S.Ag.,M.H.*
Saat ini telah memasuki bulan Rabi’ul Tsani, tetapi peringatan maulid nabi Muhammad saw. masih terus menggema. Tentu peringatan ini menunjukkan salah satu wujud kecintaan umat kepadanya. Mengapa melaksanakan peringatan maulid? Esensi dari peringatan dimaksud antara lain mengenang kembali kisah hidup seorang manusia teladan sepanjang zaman dan seluruh makhluk, yang sukses dalam melaksanakan tugas kerasulannya; bahkan kemuliaannya banyak digambarkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Pertama: jauh sebelum kelahirannya, namanya telah disebutkan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Perhatikan dan simak Firman Allah swt berikut:
وَاِذْ قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ يٰبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَمُبَشِّرًاۢ بِرَسُوْلٍ يَّأْتِيْ مِنْۢ بَعْدِى اسْمُهٗٓ اَحْمَدُۗ فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ قَالُوْا هٰذَا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
Terjemahnya:
(Ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira tentang seorang utusan Allah yang akan datang setelahku yang namanya Ahmad (Nabi Muhammad).” Akan tetapi, ketika utusan itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata” (Q.S. ash-Shaff: 6).
Dari ayat ini, jelas bahwa cerita tentang akan datangnya seorang rasul setelah nabi ‘Isya as adalah penjelasan dari nabi ‘Isya sendiri kepada umatnya. Beliau menyampaikan kabar gembira kalau sesudahnya akan datang seorang rasul yang namanya “Ahmad”. Kelahiran dan kedatangannya Nabi Muhammad saw membawa ajaran kebaikan yang lebih baik dan lebih tinggi nilainya daripada ajaran-ajaran terdahulu dan menurut Quraish Shihab bahwa sesuatu yang digembirakan pastilah lebih baik daripada apa yang dimiliki dewasa ini.
Bukti dan dukungan lain dari ayat tersebut terdapat dalam surah al-A’raf ayat 157 Allah swt berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ
Terjemahnya:
(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka (Q.S. al-A’raf: 157).
Isyarat-isyarat kedatangan nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir seperti dijelaskan dalam Tafsir Kementerian Agama banyak disinggung dalam kitab Taurat, misalnya: Kitab Kejadian 21:13 “Maka anak sahayamu itu pun akan terjadikan suatu bangsa, karena itu ia dari benihmu”. Kitab Kejadian 21:18, yang memerintahkan agar Bani Israil mengikuti dan menyokong nabi Muhammad yang akan datang kemudian dengan ungkapan; “Bangunlah engkau, angkatlah budak itu, sokonglah dia, karena Aku hendak menjadikan dia suatu bangsa yang besar”. Simpulnya bahwa setiap nabi yang diutus membawa berita gembira tentang akan datangnya nabi Muhammad saw yang bukan dari kelompok atau keturunan Bani Israil sebagaimana nabi-nabi sebelumnya, melainkan datang dari saudara Bani Israil yaitu dari garis keturunan Nabiyullah Ismail as (Baca Q.S. al-Baqarah: 129).
Sayyid Ahmad al-Musayyar mengatakan bahwa memang terdapat akar sejarah yang ditunjukkan Allah swt kepada para nabi dan umat sebelumnya tentang akan adanya risalah sebagai penutup dengan diutusnya seorang nabi dan rasul berkebangsaan Arab yang ummi (bukan orang terpelajar); itulah Nabi Muhammad saw.
Kedua: diutusnya untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَرْسَلْنٰكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًاۙ وَّدَاعِيًا اِلَى اللّٰهِ بِاِذْنِهٖ وَسِرَاجًا مُّنِيْرًا
Terjemahnya:
Wahai Nabi (Muhammad), sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk menjadi saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya serta sebagai pelita yang menerangi (Q.S. al-Ahzab: 45-46).
Sepintas ayat ini menginformasikan kalau nabi Muhammad itu diutus sebagai seorang nabi dan rasul dengan tujuan: a) menjadi “syahid” yakni saksi atas umatnya berkenan dengan segala perbuatan baik dan buruknya yang mereka lakukan (Baca Q.S. al-Baqarah: 143, Q.S. al-Nisaa: 41); b) sebagai “mubasyiran wa naziran” yakni kehadirannya memberi kabar gembira sekaligus pemberi peringatan, dan siapa yang menjadi sasaran kabar dan peringatan tersebut? Yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa dengan menggabungkan “iman, amal shalih, dan meninggalkan kemaksiatan”; mereka inilah yang patut mendapat kabar gembira tentang kehidupan dunia dan akhiratnya sebagai balasan dari seluruh amalannya. Sedangkan peringatan itu adalah mereka yang tetap melakukan kejahatan, keburukan, dan dosa (Lihat pula: Q.S. al-Furqan: 56); c) “sebagai Da’iyan ila Allah”, maksudnya kehadiran nabi Muhammad saw sebagai da’i Allah swt yang mengajak manusia menuju kepada Rabb-mereka, membawa mereka untuk mencapai kemuliaan di sisi Allah swt, dan memerintahkan mereka untuk selalu taat beribadah kepada Allah swt; d) sebagai “sirajan muniran” maksudnya datangnya nabi Muhammad saw itu untuk menjadi cahaya penerang yang menerangi alam semesta.
Ketiga: kehadirannya sebagai karunia bagi yang beriman
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ لا
Terjemahnya:
Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (Al-Qur’an) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Ali Imran: 164).
Dalam Tafsir Kementerian Agama dijelaskan bahwa Allah swt benar-benar memberi keuntungan dan nikmat kepada semua orang mukmin umumnya dan kepada orang-orang yang beriman bersama-sama Rasulullah saw; sebab Allah swt mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri sehingga mereka mudah memahami tutur katanya dan dapat menyaksikan tingkah lakunya untuk diikuti dan dicontoh amal-amal perbuatannya. Kedatangan Rasulullah saw adalah untuk membimbing manusia ke arah kebahagiaan dunia akhirat; hal inilah yang dimaksud suatu “karunia dari Allah swt yang sangat besar”.
Keempat: sebagai rahmat bagi semesta alam.
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Terjemahnya:
Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (Q.S. al-Anbiya: 107).
Ayat ini merupakan penegasan Allah swt, bahwa pengutusan Nabi Muhammad saw adalah sebagai “rahmat”. Nabi Muhammad pun menyatakan dalam haditsnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari “Innama ana rahmatun muhdatun (Sesungguhnya saya adalah Rahmat yang dihadiahkan)”; demikian pula dalam riwayat Imam Muslim “Inni lam ub’ats la’natan wa innama bu’itstu rahmatan (Sesungguhnya saya tidak diutus untuk melaknat akan tetapi saya diutus untuk menjadi Rahmat)”. Apa yang dimiliki oleh Nabi Muhammad saw merupakan sesuatu yang sangat jelas “Kaana khuluquhu al-Qur’an”, pernyataan ini menurut M. Kosim (Guru Besar di IAIN Madura) nabi Muhammad saw laksana “al-Qur’an berjalan”. Nabi Muhammad saw adalah sosok nabi yang penuh kasih sayang, kelemah lembutan, kemurahan hati. Beliau sebagai sosok yang segala diperbuatnya, disampaikan, ditetapkan dan termasuk yang diajarkan mengandung rahmat dan rahmat itu mencakup semesta alam bukan sekedar untuk manusia, melainkan seluruh makhluk. Quraish Shihab pun menjelaskan bahwa begitu besar perhatiannya kepada umat manusia, begitu luasnya rahmat dan kasih sayang yang dibawanya sehingga menyentuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa sekalipun.
Demikian baca lebih lanjut penjelasan dalam al-Qur’an surah al-Jumu’ah ayat (2) “Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada kaum yang buta huruf dari (kalangan) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang Arab sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Mereka itu pada umumnya menganut dan berpegang teguh kepada agama samawi yaitu agama nabiyullah Ibrahim as; mereka lalu mengubah dan menukar akidah tauhid dengan syirik, keyakinan mereka dengan keraguan, dan mengadakan sesembahan selain dari Allah swt. Karena itulah Allah mengutus nabi Muhammad saw untuk membersihkan akidah yang menyesatkan, kemusyrikan, sifat-sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka berakidah tauhid mengesakan Allah semata. Diutusnya nabi Muhammad ditugaskan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) yang berisi syari’at agama beserta hukum-hukum, dan hikmah bagi kehidupan umat manusia.
Kelima: Nabi Muhammad saw sebagai “uswatun hasanah“.
Perhatikan dan simak pernyataan Allah swt berikut:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Terjemahnya:
Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah (Q.S. al-Ahzab: 21).
Murtadha Muthahhari mengatakan salah satu yang membawa semangat antusiasme dan persatuan dari kelahiran nabi Muhammad saw adalah “pribadi mulia nan sempurna, sangat berpengaruh, dan sangat mempesona dari karakter serta perilakunya. Karakter dan perilakunya seperti “sabda dan agamanya” lengkap. Sejarah tak pernah menyaksikan pribadi lain selain nabi Muhammad saw yang berhasil mencapai kesempurnaan dalam semua dimensi manusia. Dapatlah dikatakan bahwa “memang nabi Muhammad saw merupakan seorang manusia yang sempurna” (Lihat: Q.S. al-Qalam: 4).
Bagi Sayyid Ahmad al-Muyassar “nabi Muhammad saw paling familiar dan bijak, paling jujur, paling bertanggung jawab, serta jauh dari kekejian dan perilaku- perilaku yang menodai kesucian dan kemuliaannya; sehingga pantas jika di tengah kaumnya beliau disebut sebagai al-Amin atau orang paling terpercaya karena segenap kebaikan ada pada diri beliau”.
Keenam: Allah swt dan Malaikat bershalawat kepada Nabi
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (Q.S. Al-Ahzab: 56).
Jika Allah swt yang menciptakannya saja mengucapkan shalawat kepadanya dalam bentuk rahmat, demikian pula para malaikat, dan bahkan seluruh makhluk kecuali yang mendustakannya; maka apakah tidak semestinya yang menjadi umatnya terus mengumandangkan kalimat shalawat untuknya. Karena itulah perbanyak membaca shalawat kepada nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, merujuk pada hasil penelusuran para ahli terhadap ayat-ayat al-Qur’an telah ditemukan bahwa para nabi sebelum nabi Muhammad saw telah disebut oleh Allah swt dengan menyebut nama-nama mereka secara langsung; tetapi hal ini berbeda terhadap nabi Muhammad saw, dimana Allah swt sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, misalnya: Ya ayyuhan Nabi…, Ya ayyuhar Rasul….., atau bahkan dengan panggilan mesra: Ya ayyuhal muddatstsir…, Ya ayyuhal Muzammil….; dan menurut Quraish Shihab apabila ada ayat yang menyebut dengan namanya dapat dipastikan dibarengi dengan gelar kehormatan.
Simpulnya adalah perhatikan pernyataan Allah swt dalam al-Qur’an surah al-Nur: 63:
لَا تَجْعَلُوْا دُعَاۤءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاۤءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًاۗ
Terjemahnya:
Janganlah kamu menjadikan panggilan Rasul (Nabi Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).
Marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk terus mengamalkan hasil-hasil peringatan maulid nabi Muhammad saw dengan mengikuti perilakunya untuk meraih sukses hidup dunia akhirat; dan menjadi manusia yang selalu didambakan dan diharapkannya yakni: “sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi orang lain”. Allah swt, para Malaikat, dan seluruh makhluk telah turut memuliakan nabi Muhammad saw, maka sebuah kemuliaan pula apabila kita yang masuk dalam daftar umat serta pengikutnya tidak melewatkan sesaat pun untuk bershalawat atasnya. Wallahul A’lam!
Penulis adalah Dosen Tetap Yayasan Universitas Alkhairaat