Guru Tua Berjuta Karya

Guru Tua Berjuta Karya

Oleh: Prof. Dr. Ir. H. Kasman Jaya Saad, M.Si.*

KAMI bagian dari jasa Guru Tua. Perguruan tinggi tempat kami mengabdi kini, adalah buah tangan sang Guru. Universitas Alkhairaat kini, dulu sang guru dirikan dengan nama Perguruan Tinggi Islam (UNIS) pada tahun 1964 M dengan tiga fakultas di dalamnya, yaitu: Fakultas Sastra dan Adab, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Syariah.

Sang Guru, sebagai Rektor pertamanya. Lewat perguruan ini, kami berhasil mencapai jabatan fungsional tertinggi sebagai guru besar (Professor). Gelar Professor tentu bukan sekadar simbol status, tetapi juga pengakuan atas kontribusi nyata yang telah diberikan sebagai individu dalam dunia ilmu pengetahuan.

Pengabdian kami tak sebanding dengan perjuangan Sang Guru dalam meletakkan pendidikan di negeri ini. Sungguh tak sebanding, dalam pengabdian kami di perguruan ini masih mendapat banyak fasilitas dan berbagai tunjangan. Bagaimana sang guru, membuka sekolah, mengajak masyarakat belajar, masyarakat yang memang masih terbelakang, yang sangat merindukan ilmu, yang kehadiran negara memang belum ada, dan sang guru tidak memungut biaya sama sekali.

Sang Guru memberikan gaji kepada para guru sekolah justru dari hasilnya berdagangnya. Pengorbanan yang saat ini makin menjadi barang mahal di dunia pendidikan kita kini.

Sepak terjang sang guru dalam pengabdiannya, menyebarkan ilmu dan akhlak bukan hanya di Palu, namun keberbagai pelosok negeri. Sang guru berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain menggunakan gerobak sapi, bahkan dengan berjalan kaki berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila itu harus menyeberang pulau sang guru hanya menggunakan perahu sampan, tentu dengan bermacam risiko.

Kecintaan pada ilmu membuatnya tabah dalam membangun peradaban di suatu daerah. Kami yang pernah mendapat tugas sebagai Ketua Pengawas Pemilu Pr0vinsi, dengan berbagai fasilitas dari negara untuk mengunjungi daerah, seperti Buol, Morowali dan Banggai sering mengeluh dengan medan yang kami lalui, ini tahun 2000 an, bagaimana Sang Guru tanpa fasiltas negara ditahun 1940-1950 an. Mencerdaskan masyarakat, membangun peradaban.

Niat tulus dan kecintaan pada negeri ini membuatnya tangguh. Tak seperti kita kini, hanya banyak mengeluh dan banyak menuntut, tak berbuat apa-apa untuk negeri, lantas itu kita sebut pahlawan.

Wahai Fuad Plered, itu makanya kami terluka bahkan marah, mendengar hinaanmu. Guru Tua, Guru Mulia yang begitu tulus dalam pengabdian untuk negeri ini engkau caci. Buah ketulusan pada dunia pendidikan itu kini kami rasakan dan kami nikmati. Kami yang meneruskan pengabdiannya mendidik anak negeri tak sebanding dengan ketulusan Sang Guru.

Itu makanya kami akan bela bila ada yang mencoba menghinanya, karena kami yang merasakan dan berjuta yang lain menikmati karyanya. Engkau terlalu Angkuh Fuad.

*Penulis adalah Dosen Senior dan Guru Besar Pertama di Universitas Alkhairaat.

 

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *