Pendidikan Pemilih yang Dialogis Pendekatan Demografi

Oleh : Dr. Idrus, SP., M.Si*
Pendidikan pemilih dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada dipahami proses pemberian informasi untuk peningkatan pengetahuan, kesadaran dan perubahan perilaku pemilih agar berpartisipasi aktif di pemilu dan pilkada.
Sasaran pendidikan ini adalah mereka yang masuk kategori pemilih yang usia tujuh belas tahun saat hari pemungutan suara atau belum tujuh belas tahun tetapi telah atau pernah menikah. Syarat menjadi pemilih dituntut ada bukti yang terlihat berupa dokumen KTP el atau kartu identitas yang memuat nama, tempat dan tanggal lahir serta terlihat foto wajah yang jelas.
Karena ada proses interaksi antara pihak yang berkepentingan individu narasumber dan penilih sebagai sasaran, interaksi kedua belah pihak perlu praktek kesetaraan dan ruang dialog yang lebih luas dan saling memberikan umpan balik.
Dalam teori pendidikan yang membebaskan, menurut Paolo Feire seorang filosof dan pemikir tentang pendidikan, memberikan gagasannya tentang pendidikan yang membebaskan dan menolak model pendidikan bergaya bank. Dimana, guru sebagai nasabah dan murid seperti brankas. Gagasan ini jika kita adopsi dan defenisikan dalam dunia pendidikan pemilih, maka narasumber bertindak seperti fasilitator dan peserta pendidikan adalah pemilih proaktif dan juga dapat memberikan tanggapan dan masukan bahkan bisa suatu momentum sebagai narasumber dengan sudut pandang lainnya.
Hasil dialog ini kemudian dapat diramu dalam materi yang relevan dengan dunia faktual sesuai kebutuhan peserta, ilustrasinya berilah makanan pada mereka yang lapar, karena orang lapar jika diberikan makanan pasti dia akan lahap.
Selanjutnya jika mengklasifikasi pemilih sebagai sebuah entitas sosial yang bertingkat tingkat dari sisi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, serta pofesinya atau yang biasa dikenal dengan istilah demografi, maka seyogyanya ;
- Tema-tema pendidikan pemilih di susun berdasarkan kebutuhan demografinya.
- Tema-tema pendidikan pemilih disajikan oleh narasumber dengan metode yang berbeda-beda berdasarkan kebutuhan demografi.
- Hasil-hasil dialog yang terjadi dalam kegiatan pendidikan pemilih tersebut perlu disusun kembali dalam bentuk rencana lanjutan untuk menjawab kebutuhan pemilih pada kegiatan kedepannya, agar inovasi dapat terwujud daoam praktek, bukan ilusi dan diskusi tanpa aksi.
Karena penyelenggara pemilu dan pilkada meletakkan diri sebagai pemberi informasi sekaligus fasilitator, maka pemilih diharapkan akan merasa bahwa masukan, pendapat mereka dapat di hargai karena diterima, karena diterima maka kepemilikan akan kegiatan dan menjadi bagian dari program kedepannya, dimana pemilih bisa merasakan program dapat mewakili kepentingan mereka. Karena mewakili kepentingan mereka maka mereka berpotensi akan aktif sekaligus terbuka untuk ikut memajukan pendidikan pemilih.
Penulis adalah: Ketua KPU Kota Palu