Sunyi Karena Layar: Risiko Gadget Pada Perkembangan Bicara Anak

Oleh: dr. Andi Handriyati, M.Kes., Sp.A
“Dok, anak saya sudah dua tahun lebih, tapi masih belum lancar bicara.” Keluhan ini semakin sering saya dengar di ruang praktik. Saat ditelusuri, sebagian besar orang tua menjawab serupa: anak sering diberikan gadget agar tenang, biasanya menonton YouTube atau TikTok.
Fenomena ini kini menjadi pola umum dalam satu dekade terakhir. Sayangnya, ini bukan sekadar tren—tetapi ancaman serius bagi tumbuh kembang anak.
Mengapa Kita Harus Waspada? keterlambatan bicara bukan hanya soal komunikasi. Ini berdampak langsung pada perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak. Anak yang tidak bisa mengungkapkan keinginannya rentan mengalami: Sulit bersosialisasi, mudah frustrasi, merasa tidak percaya diri dan hambatan dalam prestasi akademik dan hubungan sosial.
Fakta yang Mengkhawatirkan: Sebuah penelitian tahun 2024 terhadap 300 anak Indonesia usia 1–5 tahun menunjukkan bahwa semakin lama paparan layar, semakin besar risiko keterlambatan bicara. Penelitian lain pada tahun 2023 menyebutkan, anak usia 1–2 tahun yang terpapar layar lebih dari 2 jam sehari memiliki risiko keterlambatan bicara hingga 6,2 kali lipat. Masalah utamanya bukan sekadar pada gadget, tetapi pada berkurangnya interaksi dua arah yang justru menjadi kunci utama anak dalam belajar berbicara.
Mengapa Gadget Menghambat Anak Belajar Bicara? anak tidak belajar bicara dari layar. Mereka belajar melalui interaksi nyata: menatap wajah, melihat gerakan mulut, mendengar intonasi dan mencoba merespon.
Gadget hanya menawarkan komunikasi satu arah. Anak menjadi pasif, terbiasa mendengar tanpa memahami atau merespon. Lebih dari itu, gadget sering dijadikan “pemadam tantrum”, membuat anak mencari ketenangan dari layer, bukan dari interaksi atau pelukan orang tua.
Apakah Harus Menghindari Gadget Total? tidak harus, tapi penggunaannya wajib dibatasi dan didampingi. Menurut pedoman WHO 2019: Anak di bawah 2 tahun: tidak disarankan paparan layar sama sekali dan anak usia 2–5 tahun: maksimal 1 jam paparan layar perhari, dengan pendampingan aktif dari orang tua.
Lebih penting dari durasi adalah kualitas interaksi. Membacakan buku, bermain, menyanyi, dan berbicara setiap hari adalah cara terbaik merangsang kemampuan bicara anak.
Peran Orang Tua: Kembali ke Pelukan, Bukan ke Layar; orang tua adalah guru pertama anak. Jika orang tua lebih sibuk menatap layar, maka anak pun akan meniru memilih dunia yang diam dan tidak mendengarkan. Mari jadikan diri kita teman bicara utama anak: tatap mata mereka, dengarkan celoteh mereka, meski tidak jelas dan rayakan setiap kata baru. Inilah investasi yang tidak bisa diberikan teknologi: bahasa, percaya diri, dan ikatan batin.
Kapan Harus Konsultasi ke Dokter Anak? segera temui dokter spesialis anak atau ke klinik tumbuh kembang jika: usia 1 tahun belum bisa mengucapkan kata bermakna, usia 18 bulan belum memiliki minimal 10 kosakata dan usia 2 tahun belum bisa menyusun dua kata. Deteksi dan intervensi dini sangat membantu meningkatkan perkembangan anak secara optimal.
Penutup: Gadget Bisa Menunggu, Masa Emas Anak Tidak; di era digital, gadget sulit dihindari. Tapi kita tetap punya kendali, apakah membiarkannya menggantikan peran orang tua, atau menjadikannya alat bantu yang bijak? sebagai dokter anak, saya mengajak kita semua untuk tidak kehilangan kendali. Masa emas perkembangan bicara anak hanya datang sekali dalam hidup dan tidak akan pernah kembali.
Bagikan pesan ini. Mari jaga anak-anak kita dari sunyi yang tidak seharusnya mereka alami.
*Penulis adalah dosen Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat.