Trust Masyarakat Terhadap Perguruan Tinggi Swasta: Antara Kualitas dan Strategi Marketing

Oleh: Hasrudin Usman, S.Pi.,M.Si.*
Kepercayaan atau trust merupakan fondasi utama dalam relasi sosial, termasuk dalam dunia pendidikan tinggi. Francis Fukuyama (1995) menekankan bahwa trust adalah modal sosial yang mampu menggerakkan partisipasi kolektif dan membangun legitimasi sebuah institusi. Dalam konteks perguruan tinggi, trust menjadi kunci bagi keberlangsungan, reputasi, dan daya saing, baik ditingkat nasional maupun global.
Fenomena di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat cenderung lebih memilih Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dibanding Perguruan Tinggi Swasta (PTS). PTN dianggap lebih terjamin dari segi kualitas, biaya, hingga prospek kerja lulusan. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya mutlak. Banyak PTS telah membuktikan diri dengan kualitas akademik yang unggul, akreditasi baik, jejaring kerja sama luas, serta inovasi pembelajaran yang adaptif. Pertanyaannya, mengapa trust masyarakat terhadap PTS masih relatif rendah dibandingkan PTN?
Antara Kualitas dan Persepsi Publik
Kualitas akademik memang menjadi faktor utama pembentukan trust. Masyarakat umumnya menilai reputasi perguruan tinggi dari indikator akreditasi, kompetensi dosen, kualitas riset, serta keterserapan lulusan di dunia kerja. PTN secara historis lebih dulu memperoleh legitimasi publik karena dianggap sebagai perpanjangan tangan negara, dengan jaminan subsidi dan pengawasan langsung dari pemerintah. Hal ini berbeda dengan PTS, yang sering dipersepsikan sekadar alternatif kedua ketika seseorang tidak lolos seleksi PTN.
Namun, kualitas sesungguhnya bukan monopoli PTN. Beberapa PTS seperti Universitas Bina Nusantara (Binus), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Atma Jaya telah membangun reputasi yang kuat, bahkan bersaing di tingkat internasional. Keberhasilan PTS ini membuktikan bahwa trust dapat dibangun melalui konsistensi peningkatan mutu akademik dan manajerial. Dengan kata lain, persepsi publik yang timpang lebih disebabkan oleh citra yang melekat, bukan semata realitas kualitas.
Peran Strategi Marketing dalam Membangun Trust
Di era persaingan global, strategi pemasaran (marketing) memainkan peran signifikan dalam memengaruhi persepsi dan minat masyarakat. Kotler dan Fox (1995) dalam teori pemasaran pendidikan menekankan pentingnya positioning, branding, dan komunikasi publik dalam membangun citra perguruan tinggi. PTN umumnya tidak perlu melakukan promosi besar-besaran karena brand mereka sudah kuat. Sebaliknya, PTS harus berjuang lebih keras untuk menampilkan keunggulan dan diferensiasi mereka.
Strategi marketing yang efektif bukan hanya soal iklan, tetapi juga transparansi informasi, keterlibatan alumni, testimoni mahasiswa, hingga pemanfaatan media digital. Ketika sebuah PTS mampu menghadirkan narasi keberhasilan lulusannya, menampilkan dosen-dosen berprestasi, dan menunjukkan kontribusinya bagi masyarakat, maka perlahan trust publik akan meningkat. Marketing dalam hal ini berfungsi sebagai jembatan komunikasi, yang menghubungkan kualitas riil PTS dengan persepsi masyarakat luas.
Studi Kasus Trust terhadap PTS di Indonesia
Salah satu studi kasus menarik datang dari Universitas Bina Nusantara (Binus). Berawal dari lembaga kursus komputer, Binus berhasil bertransformasi menjadi salah satu PTS dengan reputasi internasional. Melalui strategi marketing yang terarah, mulai dari branding digital, penguatan jejaring industri, hingga narasi kesuksesan alumni. Binus berhasil membangun trust publik. Kini, universitas ini bukan hanya menjadi pilihan alternatif, tetapi pilihan utama bagi sebagian besar calon mahasiswa, bahkan dari luar negeri.
Contoh lain adalah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). PTS ini berhasil membangun reputasi dengan mengedepankan mutu akademik, kerjasama internasional, serta peran aktif dalam isu-isu sosial kemasyarakatan. Citra UMY sebagai PTS yang tidak kalah dengan PTN tercermin dalam peningkatan jumlah peminat tiap tahun. Keberhasilan UMY menunjukkan bahwa kualitas akademik yang konsisten, ditopang oleh strategi komunikasi publik yang baik, mampu membangun trust di mata masyarakat.
Penutup
Membangun trust masyarakat terhadap PTS tidak bisa dilakukan secara instan. Ia membutuhkan konsistensi dalam meningkatkan kualitas akademik sekaligus strategi marketing yang cerdas. Kualitas memberi fondasi objektif, sementara marketing membantu menyampaikan keunggulan tersebut kepada publik. Ketika keduanya berjalan beriringan, PTS akan mampu menembus stigma “pilihan kedua” dan menjelma menjadi institusi pendidikan tinggi yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.
Dalam era globalisasi dan kompetisi bebas, trust bukan hanya sekedar modal sosial, melainkan juga modal strategis bagi PTS untuk bertahan dan berkembang. Dengan demikian, membangun kepercayaan publik bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan.
Penulis adalah: Dosen Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat*