In Memoriam, Ivon Iskandar Mahi, Lepas Status PNS Demi Unisa
Palu-wartakiat| Sebuah keputusan diluar nalar diambil oleh almarhum Ivon Iskandar Mahi, status Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan gaji ratusan ribu rupiah dengan ikhlas ia tanggalkan sejak tahun 1994 demi sebuah pengabdian pada Alkhairaat. Ia memilih mewakafkan dirinya di Universitas Alkhairaat (Unisa), dengan gaji hanya lima puluh ribu rupiah waktu itu.
Sebuah keputusan anomali yang sulit diterima logika, betapa tidak, status sosial yang menjadi rebutan banyak orang itu ia tanggalkan demi sebuah pengabdian pada institusi yang didirikan oleh habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua), baginya, keberkahan melebihi segalanya. Hingga akhirnya maut menjemputnya seorang diri tanpa
menyusahkan orang lain pada sabtu tanggal 21 Maret 2020 dikediamannya perumahan Boyaoge Indah dalam keadaan khusnul khatimah.
” Saya baru tau almarhum ini dulu PNS, ini saya tau dari rekan almarhum ustadz Zen Ismail saat menjadi dewan hakim MTQ di Bangkep kemarin, almarhum itu sama-sama kitorang prajabatan,” kata Ustadz Muhtadin Dg Mustafa menirukan kembali ucapan ustadz Zen saat membawakan ceramah ta’ziah malam ketiga almarhum di kompleks perumahan boyaoge indah, selasa malam, (24/3)
Menurut Ustadz Muhtadin yang juga tetangga almarhum, selama hidupnya almarhum Ivon Iskandar Mahi tidak pernah berselisih dengan orang lain, pembawaannya tenang dan dekat dengan semua kalangan termasuk dengan anak-anak kecil kompleks perumahan.
Dr. Muhtadin juga mengatakan almarhum sangat mencintai institusi tempatnya mengabdi, hal itu dibuktikan dengan desain terali pagarnya bergambar perahu layar dan ikan sebagai simbol kecintaan almarhum pada almamaternya Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat.
Kakak almarhum, Reiner Mahi pada wartakiat.com mengatakan, almarhum usai menamatkan sekolah SMPN 3 Palu memilih sekolah kedinasan yakni Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), Bogor.
“Almarhum ini sejak kelas 3 SUPM sudah PNS, karena ikatan dinas, setelah tamat tahun 1983 langsung ditempatkan di wilayah pantai timur tepatnya di Sidoan, Kabupaten Donggala waktu itu, nah, keputusannya mengundurkan diri waktu itu dari PNS sebenarnya ditolak oleh atasannya, namun almarhum tetap bersikeras dengan alasan melanjutkan studi,” kata Reiner
Sementara itu, Dr. Abdul Gani Jumat mengatakan, sosok almarhum memiliki peran penting dan strategis dalam dinamika pergumulan alih status Unisa dari PTIA menjadi Universitas. Ia juga sosok ahlul bilad atau tuan tanah yang menjadi teladan.
“Almarhum dikenal sosok aktivis yang supel, perannya sangat sentral ketika itu sebagai sekretaris senat bersama beberapa rekannya seperti Muhammad Amin Naraimbo, Ali Karim Alamri atau lebih dikenal dengan Ali isap biji mata dan lainnya, mereka menggalang kekuatan dalam prose alih status Unisa. kami mahasiswa agama yang jumlahnya lebih banyak digiring untuk memenuhi kuota persyaratan alih status dan saya ditunjuk sebagai ketua tingkat saat tim visitasi datang waktu itu,” kata Abd. Gani Jumat.
Rektor Unisa periode 2011-2019 Dr. H.Hamdan Rampadio menyebut sosok almarhum adalah sosok yang sangat sabar, ulet dan rajin menuntut ilmu. Bahkan tidak pernah sekalipun dia menunjukkan perlawanan ketika dizhalimi.
Sementara itu, Rektor Unisa periode 2007- 2011 Dr. H. Lukman S. Thahir juga mengatakan almarhum adalah sosok yang sabar dan haus ilmu, bisa dikatakan separuh umurnya dihabiskan untuk menuntut ilmu. Itu bisa dilihat dari gelar akademik yang sandang almarhum.
“gelar strata satu almarhum dua, begitu juga gelar magisternya,bahkan hampir saja almarhum mengawinkan gelar program doktoralnya,” sebutnya.
Almarhum juga ternyata seorang pencinta seni teater. Setidaknya hal itu diungkapkan oleh adik tingkat almarhum Dr. Abd. Gafar Mallo yang kuliah di Fakultas Agama Islam.
“Kami kuliah dulu di Unisa, saling kenal bahkan seperti keluarga, walau kami di Agama, kami saling kenal. Saya ingat dulu almarhum adalah senior kami, beliau punya sepeda motor astrea warna merah selalu digunakan untuk kegiatan kemahasiswaan, yang berkesan, saya dilatih oleh beliau memerankan tokoh ustadz dalam naskah teater berjudul Fajar Shadiq,” ungkapnya.
Sementara itu, Rektor Unisa, Dr. Umar Alatas mengaku sangat terpukul dan berduka kehilangan kader terbaik Unisa. Almarhum adalah sosok senior, teman diskusi yang baik, kritis dan sabar.
“Saya kenal baik, selain sebagai rekan diskusi, almarhum juga adalah guru saya di perikanan. Pak Ivon orang baik, punya dedikasi dan loyalitas yang tinggi di dunia akademisi,”kata Rektor
Akhirnya pria kelahiran Palu, 12 Desember 1963 telah meninggalkan kita semua, juga meninggalkan seorang istri Ir Yuti Indrawati dan dua orang putri Aisyah H Salsabila dan Alya Magfirah.
Selamat jalan pak Ivon, sampaikan salam rindu kami pada Guru Tua.
(RL)