RAIHLAH KEBERKAHAN ITU
Oleh : Ahmadan B. Lamuri
Manusia kadang keinginannya melebihi dari kemampuannya untuk meperolehnya, namun itulah yang namanya manusia selalu saja ingin memaksa dirinya. Sampai Allah pun menegur: “manusia itu selalu berkeluh kesah; bila sudah dapat, apa yang diperolehnya dianggap belum cukup”. Walaupun demikian, kadang sikapnya secara spontan masih selalu mengharapkan kiranya apa yang menjadi keinginannya itu dapat terpenuhi. Mengharapkan terpenuhinya hajatan itu merupakan bagian dari makna “barakah”.
Kata keberkahan itu berasal dari kata berkah yang dalam bahasa Arab disebut barakah. Makna kebahasaan barakah adalah “az-ziyadah yang berarti tambahan, memiliki nilai tambah; atau “as-sa’adah yaitu kebahagiaan; atau “ad-du’a yakni doa; dan masih ada beberapa makna lainnya. Adapun berkah/barakah menurut terminology adalah “subutul khair al-ilahi fi asy-syai (Allah menetapkan kebaikanNya itu di dalam sesuatu yang telah ditentukanNya”. Tulisan ini tidak menjelaskan makna barakah secara keseluruhan, melainkan hanya barakah dalam arti al-du’a; walaupun dalam kamus ditemukan doa itu juga mempunyai arti tersendiri.
Ketika seseorang menyampikan “barakallahu fikum” ini tersirat banyak makna di dalamnya. Biasa ungkapan tersebut mengarah pada sebuah harapan semoga ada ketambahan yang diperoleh dari orang yang ditujukan itu; dapat saja menjadi sesuatu yang semoga dengan aktivitasnya itu menjadi tanda kebahagiaan; dan juga ungkapan itu menunjukkan sebuah doa.
Doa dalam pandangan ahli dimaknai sebagai “permintaan yang ditujukan kepada siapa yang dinilai oleh si peminta mempunyai kedudukan dan kemampuan melebihi kedudukan dan kemampuannya yang berdoa. Jadi makna doa itu bukanlah sebuah sikap meminta yang ditujukan kepada yang setara. Doa dalam pandangan lain dipahami sebagai permohonan hamba kepada Tuhan agar memperoleh anugerah pemeliharaan dan pertolongan; baik bagi yang bermohon maupun kepada yang dimohonkan. Apa yang dimohonkan itu harus memang benar-benar terlahir dari lubuk hati yang paling dalam disertai dengan sikap tunduk dan taat hanya semata-mata kepada Allah swt.
Ungkapan “barakallah”, itu sama dengan seseorang sementara berdoa yang menuntun kepada pengucap akan kesadarannya yang tidak mengetahui pengetahuan dan ketentuan Allah atas setiap hambaNya, sehingga salah satu jalan yang dilakukannya adalah dengan berdoa. Quraish Shihab menjelaskan bahwa manusia itu dituntut oleh agama dan bahkan nalurinya untuk hidup dalam harapan dan doa itu merupakan wujud dari kondisi kejiwaan sebagai cerminannya. Doa sangat besar manfaatnya bagi manusia. Alexis Carrel seperti dikutip Quraish Shihab menjelaskan tentang pengalaman-pengalamannya dalam mengobati pasien banyak di antara mereka memperoleh kesembuhan dengan jalan berdoa; doa itu suatu gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia, sebab pada saat itu jiwa manusia terbang menuju Tuhannya.
Apabila seseorang menyampaikan “semoga berkah” ketika mengeluarkan zakat; maka kandungan maknanya seakan-akan pengucap sedang bermohon kepada Allah swt agar proses mengeluarkan zakat dari sebagian harta tersebut mendapat kebaikan, bermanfaat, mencukupi, bahkan mempunyai nilai kualitas. Sehubungan dengan keberkahan atas harta, Rasullullah saw pernah berdoa: “Allahumma Ghfirli Zanbi wa Wassi’ li fi dari wa barik li fi rizqi (Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkan bagiku rumahku, dan berkahilah aku dalam rezkiku)”.
Atau ada yang lain menyampaikan ucapan “selamat ulang tahun atau barakallahu fi umrik”, menandakan pengucap sedang mendoakan kepada Allah kiranya yang melangsungkan ulang tahun selalu diberi kebaikan dari usianya, manfaat usianya, nilai kualitas hidupnya.
Apa yang disebutkan oleh seseorang dengan “barakah yang bermakna doa” sebenarnya yang bersangkutan sementara menyebut kebaikan ilahi di dalam sesuatu itu. Artinya menghadirkan hakikat ketuhanan dari obyek yang disampaikan. Maka kalau ini dihubungkan dengan bulan Ramadhan yang dikatakan sebagai bulan penuh keberkahan, menandakan bulan itu ada hakikat kehadiran Tuhan didalamnya. Mungkin inilah yang oleh Rasulullah di katakan “puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya langsung”. Olehnya datangnya bulan Ramadhan, hakikatnya mengajak kepada setiap manusia agar dapat memanfaatkannya dengan sebaik mungkin, sebab ia membawa segala macam kemuliaan. Mohonlah sebanyak-banyaknya kepada Allah, supaya akan mendapatkan keberuntungan yang tinggi. Kemuliaan itu tergambar dari iformasi banyak ayat: “al-Qur’an itu diturunkan pada malam yang diberkahi; “Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’an di malam lailatul Qadar atau malam yang penuh kemuliaan”. Raihlah keberkahan Ramadhan dengan sepenuh keikhlasan kepada Allah yang ditunjukkan dengan kagiatan bertaqarrub kepadaNya.
Oleh sebab itu, term barakah yang selalu diucapkan manusia dalam beberapa kegiatannya atau bahkan telah menjadi sebuah term yang dianggap biasa, adalah sebuah karunia Allah yang diturunkan kepada manusia, alam, benda, keuntungan materi atau spiritual yang dihasilkan dari keinginan Tuhan. Barakah adalah kekuatan yang agung dan suci, kekuatan yang melimpah dari dunia supranatural dan melimpahkan sebuah kualitas baru pada benda atau sesuatu yang mendapat berkah itu. Barakah sebuah harapan doa yang tidak menggunakan perantara selain dari Allah swt. Barakah sebuah harapan kemuliaan yang lebih dari sebelumnya. Dengan demikian ketika ungkapan itu keluar dari manusia, pesannya adanya harapan kehidupan baru yang lebih bermakna dan bermanfaat dan tidak lepas dari kehendak Allah swt. Baik itu dari pengucap maupun kepada yang menjadi sasaran penyampaian. Tapi perlu diketahui bahwa keberkahan itu akan diperoleh manusia dengan syarat mengikuti petunjuk dan tuntunan syari’at. Keberkahan itu pun akan diturunkan Allah swt dari langit dan bumi dengan ketentuannya bertakwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya takwa (QS. Al-A’raf: 96).
Siapapun yang biasa menyampaikan “barakallah” kepada saudaranya, artinya sama halnya dengan telah mengokohkan kembali rasa persaudaraan. Barakallah itu merupakan ungkapan yang penuh kesucian karena itu hanyalah kepada Allah dan dari Allah semata. Bukankah manusia melalui ruhnya pada saat Allah menciptakan berada pada tempat yang sama dan suci pula; lantas secara kompak menyatakan atas kesaksiannya di hadapan Allah swt sebagai Pencipta. Karena itulah ucapan seperti itu memperkokoh tali ukhuwah insaniyah dan dari inilah akan terbangun perilaku saling tolong-menolong, bantu-membantu; dan sebagainya dengan tidak merasa terbeban. Jadi secara tidak langsung kata itu mengandung nilai hakikat yang sangat mendalam dalam mengekalkan hubungan kemanusiaan. Tentu dengan si pengucap harus berusaha mengamalkan konsepsi itu terhadap hubungan persaudaraan.
Mungkin pengucap kurang sadari kalau apa yang diucapkannya itu sebenarnya telah mengakui atas kelemahannya. Sekuat apapun manusia kemudian dijadikan tempat bersandar dan mengharap oleh manusia itu sendiri, maka sama sekali tidak beruntung. Akan tetapi menengadah ke langit dan mengharapkan kiranya Allah memenuhi harapannya dan kecemasannya adalah sebuah kepastian. Manusia sangat butuh kepada Tuhan bukan selainnya. Allah swt telah menegaskan dalam pernyataannya pada surah al-Fathir: 15-17. Dengan mengikuti petunjuknya keberkahan akan diraih manusia sebagai bekal hidup dunia akhirat. Wallahul A’lam !
Penulis : Dosen Universitas Alkhairaat