Ketika Alam Mengambil Haknya Dengan Caranya (Refleksi Hari Lingkungan Hidup)
Oleh: Kasman Jaya Saad*
Hari lingkungan hidup sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran global akan kebutuhan untuk mengambil tindakan lingkungan yang positif bagi perlindungan alam dan planet bumi. Hari lingkungan hidup diperingati sejak tahun 1972 dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB. Pada peringatan hari lingkungan hidup tahun 2020 kali ini, mengusung tema Time For Nature. Tema ini mengajak seluruh penduduk dunia untuk meluangkan waktu untuk alam dan menyadari bahwa tanaman yang dimakan, air yang diminum, dan ruang hidup di planet yang ditinggali adalah sebaik-baiknya manfaat dari alam yang senantiasa harus dijaga kelestariannya.
Dan di hari lingkungan hidup kali ini, planet bumi diterpa tragedy, berupa pandemi Covid-19. Hal itu menunjukkan bahwa alam telah mengambil haknya dengan caranya sendiri. Sejalan dengan tema peringatan hari lingkungan hidup kali ini, keberadaan pandemi Covid-19, menjadi pembelajaran agar manusia lebih bersahabat dengan alam. Connect with nature.
Filosofi tentang lingkungan hidup adalah kecintaan, pencarian dan penerapan kearifan (wisdom) terhadap lingkungan hidup di dalam mana manusia berada. Olehnya pengelolaannya harus dengan kearifan, karena hanya dengan kearifanlah akhirnya dapat lebih bermakna untuk sikap dan perilaku dalam kehidupan. Bagi manusia, selain sebagai tempat tinggalnya, lingkungan hidup juga dapat dimanfaatkan sebagai media penghasil bahan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan), sebagai sumber energi, sumber mineral yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kelangsungan hidup manusia, sebagai wahana bersosialisasi dan berinteraksi dengan makhluk hidup atau manusia lainnya serta sebagai media ekosistem, pelestarian flora dan fauna serta sumber alam lain yang dapat dilindungi untuk dilestarikan.
Manusia memiliki daya nalar yang memungkinkannya dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu kemampuan manusia menciptakan lingkungan buatan yang berbeda dengan lingkungan alaminya, sehingga terjadi perubahan ekosistem alami menjadi ekosistem buatan. Perkembangan alam pikiran manusia memungkinkan adanya penguasaan atas tatanan lingkungan hidup melalui pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan banyak yang menyakini teknologi bisa menyelesaikan segala-galanya, termasuk dampak negatif yang dihasilkan lingkungan buatan ke depan. Tidak hanya itu perkembangan pesat teknologi mampu menyingkap misteri alam dan mengeksploitasi secara masif. Namun eksploitasi lingkungan (alam) itu tidak berlangsung dengan baik. Justifikasi manusia bahwa segala bentuk tindakan terhadap alam semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan manusia, dan manusia mempunyai hak yang luas untuk memanfaatkannya begitu mengemuka, mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Paradigma atroposenteris seperti itu menjadi penyebab terjadinya penurunan serta perubahan kualitas lingkungan hidup di mana-mana.
Dengan pandemi Covid-19 ini, telah memaksa manusia mengakui keterbatasan teknologi, dan virus corona yang hanya berukuran 0,12 mikron itu meruntuhkan keangkuan manusia. Hingga kini vaksin virus tersebut belum juga ditemukan. Strategi untuk mencegah penularan pandemi Covid-19 ini telah mengubah lingkungan secara drastis. Transportasi, industri, jasa perhotelan dan wisata menjadi sumber polusi dan limbah terbesar bagi lingkungan hidup juga nyaris tak bergerak. Aktivitas sendi-sendi masyarakat dunia juga bergerak lambat. Perlambatan ini membawa perubahan bagi lingkungan, dengan caranya sendiri. Oleh karena itu, keberadaan virus Corona diyakini sebagai buah kerusakan alam ini merupakan sinyal agar manusia dengan segala kecerdasan dan akal-budinya, harus lebih belajar dan menerapkan langkah baru pada era kehidupan yang lebih bersahabat dengan alam. Jangan sampai alam kembali memaksa haknya untuk pulih dengan pandemi atau respon alam yang lebih mengerikan.
Itu sebab manusia harus dapat menjaga keserasian hubungan timbal-baliknya dengan lingkungan, sehingga keseimbangan lingkungan hidup (ekosistem) tidak terganggu. Dalam ekosistem, manusia adalah salah satu dari unsur lain baik hayati maupun non-hayati yang tidak terpisahkan. Kesadaran itu harus terus dimunculkan dan terus-menerus mendorong manusia untuk mencintai, memelihara dan bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan. Menjadi manusia yang lebih peduli dengan kelestarian lingkungan. Sebab untuk menjaga semuanya itu tidak ada lagi yang bisa dimintai pertanggungjawaban kecuali manusia sebagai pemakai dan pengguna itu sendiri. Kerusakan suatu lingkungan akan berakibat pada manusia itu sendiri, dan demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, di hari lingkungan hidup, di tengah pandemi Covid-19, manusia kembali diingatkan untuk berkontribusi menjaga lingkungan hidup, mungkin tidak semua orang bisa melakukan hal-hal yang besar, namun semua orang bisa memulai dengan hal yang kecil dengan tindakan yang sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan sekitar, membuang sampah pada tempatnya, mengurangi pemakaian bahan plastik, menanam pohon dan masih banyak hal lain yang menunjukkan usaha menjaga lingkungan hidup. Dan semua itu butuh komitmen bersama agar hidup lebih berkualitas, tanpa harus menunggu alam merampas haknya dengan caranya sendiri!.
Penulis adalah Dosen KLH Unisa Palu*