SERUAN MEMBACA DAN CINTA LITERASI

SERUAN MEMBACA DAN CINTA LITERASI

Oleh: Ahmadan B. Lamuri*

Malam tujuh belas Ramadhan diperingati sebagai turunnya al-Qur’an. Umat Islam di setiap tempat tidak melupakan hari yang sangat bersejarah itu dengan ragam kegiatan. Intinya turunnya al-Qur’an menjadi momentum mentransformasikan nilai-nilainya ke dalam amalan keseharian. Kajian tentang kandungan Al-Qur’an tidak pernah hampa dari upaya membumikan kedalam praktek nyata. Dibawah ini diuraikan sebagian kandungan perintah “membaca” dalam surah Al-Alaq.

Informasi perintah membaca dan menulis yang tercantum dalam al-Qur’an surah Al-‘Alaq; sesungguhnya dimaknai bahwa kegiatan membaca dan menulis dapat mengantarkan manusia mempunyai pengetahuan. Memang menjadi sebuah tanda tanya mengapa kata “Iqra” diulang beberapa kali. Tentu terlepas dari kajian tafsirnya seperti telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, sepintas dipahami sebenarnya pengulangan itu mengindikasikan begitu pentingnya kegiatan membaca. Dan mungkin dengan kegiatan membaca akan memberikan informasi yang luas bagi pelakunya. Mudrajat Kuncoro menjelaskan bahwa kegiatan membaca dan menulis adalah pekerjaan besar bagi orang-orang berperadaban.

Ini mengisyaratkan peradaban hanya akan ada dan berkembang jika budaya membaca dan menulis menjadi bagian dari kegiatan masyarakat, umat, dan bangsa. Artinya selama membaca dan menulis belum menjadi budaya dalam suatu masyarakat dan bangsa, maka peradaban manusia tidak akan terbentuk dan tercipta. Pembentukan peradaban sangat ditentukan dari kualitas membaca dan menuliskan hasil-hasil analisa dari kegiatan membacanya. Jika buku, salah satu yang merupakan sebuah hasil karya ilmiah, maka menurut H.M Tilaar keberadaannya justru menjadi penentu kemampuan sebuah Negara untuk bersaing. Di zaman modern kehadiran buku menjadi suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakatnya.

Lebih lanjut Mudrajad Kuncoro menjelaskan, menengok informasi Al-Qur’an, ada ditemukan ungkapan begitu pentingnya membaca dan menulis. Ada tiga kandungan makna dasar perintah “Iqra”.

Pertama, kata Iqra mengandung makna bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Manusia diperintahkan untuk membaca karena Al-Qur’an menjadi sumber segala informasi bagi seluruh manusia di alam semesta ini dari masa ke masa atau dari seluruh peradaban manusia. Bahkan Al-Qur’an sendiri menegaskan kalau kehadirannya sebagai  “hudan=petunjuk” kata Allah “dzalika al-Kitab la raiba fiihi hudan lilmuttaqin”. Petunjuk yang tercantum di dalamnya tidak dibatasi oleh waktu keberlakukannya.

Kedua, rangkaian huruf-huruf dalam kata Iqra mengandung makna bahwa alam semesta merupakan Al-Qalam (tanda-tanda) yang dianugerahkan Allah untuk dipahami secara visual (dibaca dengan mata) oleh manusia untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan. Alam semesta yang luasnya tidak terjangkau oleh kemampuan manusia; menjadi Obyek bacaan dan dengannya mengantarkan manusia mendapatkan ragam informasi ilmu dan pengembangan pengetahuan itu sendri. Allah SWT dalam surah Al-Rahman menantang kelompok Jin dan Manusia, jika sekiranya mereka merasa memiliki kemampuan untuk menjelajahi luasnya jagat raya ini, maka silahkan! Tetapi, sekali-kali tidak akan mereka menggapainya tanpa dengan kemampuan ilmu pengetahuan. Sehingga sangat tepat apabila alam ini menjadi obyek penelitian, pengkajian, penalaran, dan sebagainya.

Ketiga, rangkaian huruf-huruf dalam kata Iqra juga memberikan gambaran adanya sebuah sistem yang terdapat di dalam setiap diri pribadi manusia yang harus bekerja secara bersinergi, selaras, dan seimbang. Ketiga komponen inilah yakni pikiran, perasaan, dan jiwa yang oleh sains modern disebutnya sebagai realitas quantum diri manusia, sebuah realitas yang tidak kasat mata namun menyimpan sebuah kekuatan dahsyat yang kerberadaannya mampu mengubah nasib manusia. Artinya rangkaian huruf yang membentuk kata “Iqra” menunjukkan keberhasilan suatu hasil bacaan apabila dirangkai secara sistematis dan berkesinambungan.

Kegiatan membaca dan menulis sebagaimana digambarkan pada ayat di surah al-‘Alaq yang dipahami oleh Mudrajat Kuncoro seperti di atas merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Dengan membaca dan menulis menjadi jalan mengantarkan manusia mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna. Mudrajat Kuncoro mengutip pendapat seorang ulama salaf yang ditulis pendapat itu oleh Hudiata bahwa menulis adalah nikmat termahal yang diberikan Allah SWT, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya agama tidak berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah. Agama akan selalu kokoh dan tegak ketika penganutnya giat melakukan membaca dan bahkan menulis. Demikian juga, manusia menginginkan hidup sukses seperti harapan dalam doa “hasanah fi al-dunya, hasanah fi al-akhirat, dan bahkan terhindar dari azab Ilahi Rabbi harus dilandaskan pada intensitas membaca dan menulis.

Sejalan dengan penjelasan tersebut, ternyata kegiatan dan ajakan menulis sejak awal telah diperkenalkan oleh Islam melalui kitab sucinya yaitu Al-Qur’an. Sayyid Qutub ketika menguraikan kandungan makna dari ayat 3-5 pada surah Al-‘Alaq menjelaskan pena sejak dahulu hingga sekarang dan nanti merupakan sarana pengajaran yang paling luas dan paling mendalam pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Penggunaan kata pena (qalam) menitipkan adanya hakikat keberlanjutan ilmu pengetahuan; seberapa banyak dan seringnya alat tersebut dimanfaatkan dan digunakan oleh umat manusia. Artinya semakin umat itu memperhatikan dan menggunakan pena dalam hal ini untuk melahirkan karya tulis menandakan adanya pengembangan ilmu pengetahuan. Padahal kemajuan ilmu pengetahuan menjadi sarana melahirkan peradaban yang unggul.

Quraish Shihab pun menjelaskan kandungan ayat 5 surah al-‘Alaq menunjukkan kata “pena/qalam” sebagai alat atau penyebab untuk menunjuk akibat atau hasil dari penggunaan alat tersebut. Akibat dari penggunaan pena/qalam melahirkan tulisan dan itulah makna yang terkandung pada kalimat “telah diketahui sebelumnya” menjadi khazanah pengetahuan. Lebih lanjut Sayyid Qutub menekankan bahwa dengan penggunaan pena menunjukkan adanya proses ta’lim (pengajaran) Allah kepada manusia.

Kegiatan membaca sebagaimana diperintahkan Allah tersebut diharapkan diperolehnya hasil yang diridhai-Nya yaitu Ilmu atau sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Perolehan ilmu atau sesuatu yang bermanfaat harus dilakukan berulang kali. Melalui kemampuan menggunakan alat tulis manusia dapat menuliskan penemuannya sehingga akhirnya dapat dibaca oleh orang lain dan dengan karya itu ilmu dapat dikembangkan (Depag RI).

Oleh sebab itu, momentum peringatan Nuzul Qur’an, hendaknya melahirkan motivasi besar pada manusia untuk selalu berinteraksi dengan bacaan. Sumber bacaan telah berada di sekitar manusia. Bahkan sumber-sumber dimaksud tidak akan pernah sirna isi dan informasinya. Semua itu merupakan karunia dan nikmat Allah swt yang disiapkan untuk kelangsungan hidup manusia. Lahirnya kemampuan membaca yang bagus dan menulis menjadi penanda kelahiran peradaban. Eksistensi sebuah peradaban akan banyak ditentukan dari kualitas manusia, umat, bangsa mengekplorasi sumber-sumber bacan yang telah tersedia melalui kegiatan membaca dan menulis.

Wallahul A’lam !

Penulis: Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan Universitas Alkhairaat & Ketua BAZNAS Kota Palu

 

 

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *