VITAMIN
Oleh: Asrawaty*
Vitamin merupakan komponen mikro bahan pangan dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil oleh manusia sebagai mahluk hidup yang butuh makan (konsumsi anjuran/Recommended Daily Allowance; vitamin C 90mg/hari untuk lakilaki dan 75mg/hari untuk perempuan), diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan alami mengandung vitamin dan sengaja ditambahkan berupa suplemen nutrien. Vitamin merupakan senyawa organik berantai pendek tidak menghasilkan energi dan tidak sebagai zat pembangun struktur tubuh, namun dibutuhkan untuk memelihara kesehatan antara lain berperan dalam pembentukan dan pembelahan sel, sebagai koenzim dalam proses metabolisme energi, untuk menjalankan fungsi panca indra dan syaraf, sintesis senyawa esensial. Beberapa vitamin dapat berfungsi sebagai antioksidan karena senyawa bioaktif yang dikandungnya memberikan sifat fungsional tertentu; seperti pada vitamin C (asam askorbat) dan vitamin E (tokoferol), serta pada vitamin A dan K sebagai zat pewarna. Vitamin ini pada buah-buahan dan sayuran yang kita konsumsi seperti buah tomat, labu, wortel, sayuran bayam dan sawi juga dapat digunakan sebagai pewarna pada makanan.
Umumnya vitamin terdiri dari dua kelompok berdasarkan sifat kelarutannya yaitu; 1. Kelompok vitamin yang larut dalam air dan, 2) kelompok vitamin yang larut dalam lemak. Adapun kelompok yang larut dalam air, terdiri dari vitamin C dan vitamin B kompleks (B1, B2, B3 (niasin, termasuk asam nikotinat dan nikotinamida), B5 (asam pantotenat), B6 (piridoksin), B7 (biotin), B9 (asam folat), B12 (kobalamin) sedangkan kelompok yang larut dalam lemak, terdiri dari vitamin A,D, E dan K (biasanya disingkat ADEK) (Belitz, et al., 2009; C.H Wijaya dan F.A Afandi., 2021).
Vitamin dalam bahan pangan dapat dalam bentuk yang berbeda, termasuk bentuk provitamin atau calon vitamin (prekusor) yaitu senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan bentuk aktif biologisnya (vitamin), tetapi tidak dapat berfungsi sebelum diubah menjadi bentuk aktif. Segera setelah diserap oleh tubuh, provitamin mengalami perubahan kimia sehingga menjadi satu atau lebih bentuk yang aktif.
Keberadaan vitamin dalam bahan pangan yang bersumber dari nabati dan hewan, juga dapat dilakukan dengan beberapa cara ke dalam bahan pangan yang disingkat dengan FREN, yaitu Fortifikasi (penambahan untuk meningkatkan nilai gizi), Restorasi (penambahan untuk mengembalikan konsentrasi vitamin kunci pada bahan pangan), Enrichment (penambahan dalam jumlah spesifik sesuai dengan standar, misalnya standar FDA), dan Nutrifikasi (penambahan vitamin pada bahan pangan) (Fennema, 1996; C.H Wijaya dan F.A Afandi., 2021).
Vitamin memiliki sifat fisikokimia, meliputi kelarutan terhadap air, kestabilan pada kondisi pH, udara, cahaya dan panas sehingga jika terjadi kerusakan akan menghasilkan persentase kehilangan tergantung vitaminnya. Reaksi-reaksi kimia yang dapat terjadi pada vitamin antara lain reaksi reduksi-oksidasi, fragmentasi, isomerisasi, esterifikasi, dan hidrolisis.
Kerusakan dan kehilangan vitamin dalam bahan pangan disebabkan reaksi kimia, ekstraksi, blansir, dan pemasakan (utamanya vitamin larut air). Hal ini dimulai sejak penanganan pascapanen, produksi, penyimpanan hingga distribusi.
Vitamin memberikan efek positif dan negatif bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang kurang disebut hipovitaminosis dan lebih parah jika berlebihan disebut avitaminosis. Satu contoh kasus yang biasa terjadi gejala kekurangan vitamin A pada mata diawali dengan rabun senja (nyctalopia). Pada rabun senja, penderita tidak mampu melihat secara normal dalam suatu ruang yang remang-remang atau setengah gelap. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kandungan rodopsin dalam retina mata dibanding retina mata normal. Mata memerlukan waktu adaptasi yang lebih lama untuk dapat melihat sesuatu, terutama bila masuk dari suasana sore ke senja (petang). Rabun senja yang banyak terjadi pada anak-anak prasekolah dapat disembuhkan dengan pengobatan dengan vitamin A. Sedangkan kelebihan vitamin A dalam tubuh dapat disimpan dalam hati, terutama sel parenkim, yaitu dalam bentuk butir-butir lemak yang berisi campuran rantai-rantai ester retinil (retinil palmitat (50%), retinil stearat dan retinil oleat). Sebelum dilepaskan sebagai vitamin A, ester-ester tersebut mengalami hidrolisis menjadi retinol. Di hati vitamin A berbentuk retinol, tetapi dalam darah retinol terikat pada protein spesifik dan diangkut ke jaringan-jaringan tepi seperti mata, usus, serta kelenjar ludah. terlalu banyak konsumsi dapat menyebabkan keracunan yang disebut hipervitaminosis (Winarno, 2008). Pencegahannya dapat dilakukan dengan mengkonsumsi sayur dan buah sebagai sumber vitamin disesuaikan jumlah/porsi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai anjuran.
Ketersediaan dikehidupan sehari-hari sumber vitamin ini dapat kita jumpai, vitamin C pada rica, tomat, jambu biji, jambu air, mangga dan vitamin B pada bawang putih, biji bunga matahari, bekatul, molases, serealia, daging, hati, ikan tuna sirip kuning dan ASI, vitamin A pada wortel, vitamin D dari jamur, bayam, kubis, tiram, susu, minyak hati ikan kod dan ikan herring, vitamin E pada telur, mentega, susu, minyak biji bunga matahari, minyak kelapa, bayam, tauge/kecambah dan vitamin K sumber dari tanaman kubis hijau, daun bawang, kubis putih, asparagus, minyak kedelai, brokoli, bubuk cabe, tomat yang dikeringkan, pikel ketimun, seledri, wortel, dan bersumber dari hewani pada kuning telur, hati ayam, keju, daging sapi, hati sapi, ikan tuna, susu dan udang. Pencegahan kehilangan dan kerusakan dari vitamin dalam bahan pangan yang disebutkan diatas, seseorang perlu mengetahui dan mempunyai pengetahuan tentang bahan baku yang diolah dan cara penanganan yang tepat sehingga makanan yang dikosumsi masih mengandung nutrisi khususnya vitamin ini, dapat memberikan manfaat bagi manusia yang mengkonsumsinya bukan hanya memberikan rasa kenyang tapi dapat memberikan dampak sehat. (Penulis adalah Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, IPB University. Dosen Prodi THP Faperta Unisa Palu)