Tradisi Posintuwu dan Nasionalisme Guru Tua di Tanah Sintuwu Maroso

Tradisi Posintuwu dan Nasionalisme Guru Tua di Tanah Sintuwu Maroso

Oleh : Dr. Ibrahim Ismail, S.Ag., M. HI.

MENURUT Ethologue, sebuah lembaga jasa linguistik nasrani, menjelaskan bahwa Posintuwu berasal dari bahasa Pamona yang juga dikenal dengan bahasa Bare’e atau Kaili Bare’e. Posintuwu berasal dari kata dasar Tuwu yang berarti Hidup, atau Sintuwu yang berarti hidup bersama atau berkehidupan bersama. Maka Posintuwu adalah tindakan masyarakat dengan cara memberi materi, tenaga dan pikiran kepada yang melaksanakan acara atau hajatan suka maupun duka.

Pada tingkat implementasinya dalam kehidupan masyarakat, Posintuwu dibagi dalam dua kategori, yaitu, Sintuwu Tuwu  (Hajatan pesta pernikahan, syukuran pindah rumah baru, naik haji, aqikah, panen hasil atau merayakan kemenangan, membangun fasilitas umum, sekolah, pasar, dll). dan Sintuwu Mate  (Duka meninggal dunia, haul, musibah banjir, tanah longsor, kebakaran, dll). Dalam Posintuwu terkandung makna; saling menolong, bekerjasama, gotong royong, saling meringankan beban hidup. Menurut hemat  penulis kesemua makna itu adalah cakram sosial.

Poso adalah sebuah kabupaten yang merupakan salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki ragam budaya atau tradisi yang dapat dipastikan memiliki berbagai macam perbedaan. Hal ini merupakan dampak dari pembauran berbagai macam suku yang bermukim di daerah tersebut. Selain itu, daerah kabupaten Poso juga memiliki berbagai macam agama yang dianut oleh masyarakatnya.

Kabupaten Poso juga memiliki pluralitas sosial yang sangat dinamis dan memiliki sistem sosial yang baik berdasarkan mottonya yang dikenal dengan Sintuwu Maroso yang berarti bersatu teguh atau bersama kita kuat. Motto inilah yang menjadi salah satu panduan masyarakat Kabupaten Poso  hingga saat ini bersama-sama membangun serta menjaga keamanan daerah mereka, sebab tidaklah mungkin sebuah daerah akan maju dan aman jika masyarakat tidak ikut berpartisipasi, walaupun mereka berbeda agama, suku, adat-istiadat atau budaya.

SIS Aljufri dan Alkhairaatnya

Sebagaimana yang telah diketahui masyarakat umumnya bahwa Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri atau yang dikenal dengan panggilan GURU TUA adalah pendiri salah satu lembaga keagamaan terbesar dikawasan Timur Indonesia yang diberi nama Alkhairaat, berdiri pada tahun 1930 di Kota Palu, lima belas tahun sebelum Indonesia merdeka. Dengan misi utamanya; Pendidikan, Dakwah dan Sosial. Hari ini keberadaannya tumbuh dan berkembang pesat hingga kepelosok tanah air khususnya Indonesia bagian timur, Sulawesi, Papua, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan bahkan  sebagian wilayah Jawa. Ribuan unit lembaga pendidikan formal maupun non formal, mulai Pondok Pesantren, PAUD, TK, SD/MI/MDA,SMP/MTs, SMA/MA, SMK hingga Perguruan Tinggi yakni Universitas Alkhairaat – UNISA dengan beberapa fakultas yakni; Fakultas Agama Islam, Fakultas Perikanan, Fakultas Sastra, Fakultas Ekonomi, Fakultas Pertanian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Fakultas Kedokteran.

Eksistensi lembaga Alkhairaat ditengah masyarakat sangatlah dirasakan manfaatnya, dari ribuan unit lembaga pendidikan dan dua misi utama lainnya telah melahirkan jutaan santri dan kader-kader berkualitas, militan yang kemudian berkontribusi nyata pada pembangunan bangsa, agama dan NKRI melalui kemampuan dan keahlian bidang masing-masing dimana mereka berada.

Adalah hal yang patut diapresiasi, peran strategis yang diisi dan diemban oleh Alkhairaat ditengah hegemoni bangsa, dan ditengah beragamnya masyarakat baik etnis, suku, ras dan agama. luasnya daerah dan ribuan hamparan pulau di Indonesia. Alkhairaat mampu menembus masuk keruang-ruang kosong jauh dari jangkauan negara kala itu, tampil memerankan diri  sebagai inisiator, inspiratory dan fasilitator dimasyarakat. Tampil mengabdikan dirinya dengan kesederhanaan melayani masyarakat, memenuhi akan kebutuhan dasar masyarakat yakni pendidikan bagi masyarakat. Memberikan pencerahan melalui dakwah-dakwahnya dan menguatkan ketahanan hidup masyarakat dalam bingkai NKRI yang religius.

Bercermin pada sosok pendirinya, SIS Aljufri dan pada visi misinya yang begitu luhur dan mulia, menjadikan Alkhairaat diterima dan melekat erat ditengah masyarakat. Adalah sebuah fakta yang harus diakui, keberadaannya di daerah mayoritas non muslim seperti Kabupaten Poso Alkhairaat bisa tumbuh dan berkembang dengan pesatnya. Alkhairaat dengan ajaran agama yang diwariskan oleh SIS Aljufri yakni ajaran agama Islam Rahmatan Lil ‘Aalamin yang bertumpu pada akhlaqul karimah mampu menempatkan Alkhairaat berdiri kokoh ditengah-tengah komunitas masyarakat yang plural. Prinsip-prinsip ajaran toleransi saling menghormati, menghargai perbedaan dan nilai-nilai nasionalisme Guru Tua bukan hanya slogan atau pepesan kosong belaka. Namun bisa dilihat dari  beradanya Alkhairaat berdiri, bisa dipastikan peran serta masyarakat yang dengan kompleksitas keragamannya turut berkontribusi dalam proses berdirinya, hingga   beroperasinya sekolah atau madrasah itu. Prinsip-prinsip ajaran Alkhairaat bertemu dengan nilai-nilai tradisi yang dianut  oleh masyarakat lokal, semisal tradisi Posintuwu yang pada hakekatnya merupakan nilai terdalam dari ajaran agama, adanya kesamaan pandangan, semangat bersama membangun negeri yaitu saling tolong menolong dalam kebaikan, bergotong royong saling meringankan beban hidup sesama, dan nilai persatuan dalam kesatuan visi kebangsaan.

Maka bukan hal yang aneh, jika di madrasah atau sekolah Alkhairaat para murid-muridnya ada dari komunitas agama non muslim yang belajar menimba ilmu bersama-sama. Bahkan demikian pula para guru-gurunya tergantung dari apa agama yang dianut oleh sang gurunya, mengajar di madrasah atau sekolah milik alkhairaat. Sebutlah misalnya sekolah Pendidikan Anak Usia Dini-PAUD Shautul Khairaat di desa Tambarana kecamatan Poso Pesisir Utara, baik siswa siswinya, maupun para guru-gurunya ada yang beragama Kristen dan beragama Hindu. Bahkan kontribusi bantuan dukungan masyarakat sekitar dalam pembangunannya juga di Posintuwu-kan. Demikian pula SMA Alkhairaat di desa Tongko kecamatan Lage dan SPMA Pertanian di kelurahan Ranononcu kecamatan Poso Kota Selatan dll. Ini merupakan kekayaan sekaligus kebanggan tersendiri bagi masyarakat bahkan asset bangsa dan daerah kabupaten Poso khususnya untuk dijaga dan dilestarikan. Belum lagi jika kita menyebut adanya asset Alkhairaat berupa tanah yang ada diberbagai desa dan wilayah, yang notabene penduduknya mayoritas non muslim. Sebutlah misalnya di desa Meko, Tentena Kota, disana ada asset milik Alkhairaat yang diberikan oleh masyarakat untuk dibangunkan SD Alkhairaat Inklusif yang mendapat dukungan kuat dari GKST PUSAT SINODE di Tentena . Ini merupakan bukti Alkhairaat diterima keberadaannya dan dirindukan Eksistensinya.

Jayalah Negeriku, Bangkitlah Bangsaku. Alkhairaat Tumbuh Negeri Utuh.

Tulisan ini dibuat dalam rangkaian HUT RI Ke-78 tahun  2023. Dan Penulis Persembahkan khusus untuk Al Alimul Allamah Albahrul Fahhama SIS Aljufri – Guru Tua (Pendiri Alkhairaat). Alfatihah ..,

 

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *