Bolehkah Muslim Masuk Ke Gereja?

Bolehkah Muslim Masuk Ke Gereja?

Belakangan ini ada tokoh yang mengatakan, “murtad bagi Muslim yang masuk gereja”; “haram menurut mazhab Syafi’i”. Bagaimana status hukum sebenarnya? Simak yuk!

Bolehkah Muslim masuk ke gereja? Jangan emosi, kita ngaji kitab fikih, yuk!

Sahabat dan guru saya, Ustaz Yusuf Mansur, meminta saya menjelaskan bagaimana hukumnya seorang Muslim memasuki gereja. Belakangan ini ada tokoh yang mengatakan, “murtad bagi Muslim yang masuk gereja.” Ada lagi yang mengatakan, “haram menurut mazhab Syafi’i”. Bagaimana status hukumnya yang sebenarnya? Ada baiknya penjelasan ini saya tuliskan dan bagikan untuk yang lain.

Saya kutip keterangan dari kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Kitab ini ensiklopedia persoalan fikih dari berbagai mazhab. Begini penjelasannya:

يَرَى الْحَنَفِيَّةُ أَنَّهُ يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ دُخُول الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ، لأَِنَّهُ مَجْمَعُ الشَّيَاطِينِ، لاَ مِنْ حَيْثُ إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ حَقُّ الدُّخُول. وَذَهَبَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ فِي رَأْيٍ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ دُخُولُهَا
‎إِلاَّ بِإِذْنِهِمْ، وَذَهَبَ الْبَعْضُ الآْخَرُ فِي رَأْيٍ آخَرَ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَحْرُمُ دُخُولُهَا بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ. وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا وَالصَّلاَةَ فِي ذَلِكَ، وَعَنْ أَحْمَدَ يُكْرَهُ إِنْ كَانَ ثَمَّ صُورَةٌ، وَقِيل مُطْلَقًا، ذَكَرَ ذَلِكَ فِي الرِّعَايَةِ، وَقَال فِي الْمُسْتَوْعِبِ: وَتَصِحُّ صَلاَةُ الْفَرْضِ فِي الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ مَعَ الْكَرَاهَةِ، وَقَال ابْنُ تَمِيمٍ. لاَ بَأْسَ بِدُخُول الْبِيَعِ وَالْكَنَائِسِ الَّتِي لاَ صُوَرَ فِيهَا، وَالصَّلاَةِ فِيهَا. وَقَال ابْنُ عَقِيلٍ: يُكْرَهُ كَالَّتِي فِيهَا صُوَرٌ، وَحَكَى فِي الْكَرَاهَةِ رِوَايَتَيْنِ. وَقَال فِي الشَّرْحِ. لاَ بَأْسَ بِالصَّلاَةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ رُوِيَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى وَحَكَاهُ عَنْ جَمَاعَةٍ، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الصَّلاَةَ فِي الْكَنَائِسِ لأَِجْل الصُّوَرِ،

Dari penjelasan di atas, paling tidak ada 4 perbedaan pendapat ulama. Pertama, ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa MAKRUH bagi seorang Muslim memasuki sinagog dan gereja.

Kedua, sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa TIDAK BOLEH bagi orang Muslim memasuki tempat ibadah non-Muslim KECUALI ada izin dari mereka. Sebagian ulama mazhab Syafi’i yang lain berpendapat bahwa TIDAK HARAM memasuki tempat ibadah non-Muslim, meski tanpa ada izin dari mereka.

Ketiga, Ulama mazhab Hanbali berpendapat BOLEH memasuki sinagog dan gereja, dan rumah ibadah lainnya, serta melalukan salat di dalamnya, tapi hukumnya MAKRUH menurut Imam Ahmad, jika di dalamnya ada gambar.

KeempatIbn Tamim berpendapat tidak mengapa masuk sinagog dan gereja jika tidak ada gambar di dalamnya, begitu juga salat di dalamnya. Ibn Aqil berpendapat makruh karena ada gambar.

Masalah ini ada dua pendapat: ada yang bilang tidak mengapa salat di dalam gereja berdasarkan riwayat dari sahabat Nabi, Ibnu Umar dan Abu Musa, sebagaimana dikisahkan oleh banyak ulama, dan ada juga riwayat dari Ibn Abbas dan Malik bahwa salat di gereja makruh karena ada gambarnya.

Penjelasan di atas terdapat dalam juz 20, halaman 245.

Adapun dalam juz 38, halaman 155, masih di kitab yang sama, ada tambahan keterangan:

‎وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَبَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا

Ulama mazhab Maliki, Hanbali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa BOLEH bagi orang Muslim memasuki sinagog, gereja, dan rumah ibadah lainnya.

Bayangkan, kita masih berdebat soal boleh memasuki gereja atau tidak, para ulama dahulu bahkan sudah membahas bolehkah salat di dalam gereja. Seperti tercantum di atas, mereka mengatakan salatnya sah, dan ada yang membolehkan secara mutlak, namun ada yang mengatakan sah, namun makruh karena ada gambar di dalam gereja.

Kita tambahkan dengan mengutip satu kitab fikih perbandingan mazhab lainnya, yaitu kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah.

Dalam juz 2, halaman 57:

‎[فَصْلٌ الصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَة]
‎(٩٦٩) فَصْلٌ: وَلَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ، رَخَّصَ فِيهَا الْحَسَنُ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّعْبِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الْكَنَائِسَ؛ مِنْ أَجْلِ الصُّوَرِ. وَلَنَا «، أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – صَلَّى فِي الْكَعْبَةِ وَفِيهَا صُوَرٌ» ، ثُمَّ هِيَ دَاخِلَةٌ فِي قَوْلِهِ – عَلَيْهِ السَّلَامُ -: «فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ، فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ»

Ibn Qudamah menjelaskan al-Hasan, Umar bin Abdul Azis, Sya’bi, Awza’i dan Sa’id bin Abdul Azis, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa salat di dalam gereja yang bersih. Namun, Ibn Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja. Namun, bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya), Nabi Saw pernah saalat di dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi: “jika waktu salat telah tiba, kerjakan salat di mana pun, karena di mana pun bumi Allah adalah masjid (tempat sujud).”

Ibn Qudamah juga mengutip kisah menarik dalam juz 7, halaman 283:

‎وَرَوَى ابْنُ عَائِذٍ فِي ” فُتُوحِ الشَّامِ “، أَنَّ النَّصَارَى صَنَعُوا لَعُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، حِينَ قَدِمَ الشَّامَ، طَعَامًا، فَدَعَوْهُ، فَقَالَ: أَيْنَ هُوَ؟ قَالُوا: فِي الْكَنِيسَةِ، فَأَبَى أَنْ يَذْهَبَ، وَقَالَ لَعَلِيٍّ: امْضِ بِالنَّاسِ، فَلِيَتَغَدَّوْا. فَذَهَبَ عَلِيٌّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – بِالنَّاسِ، فَدَخَلَ الْكَنِيسَةَ، وَتَغَدَّى هُوَ وَالْمُسْلِمُونَ، وَجَعَلَ عَلِيٌّ يَنْظُرُ إلَى الصُّوَرِ، وَقَالَ: مَا عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ دَخَلَ فَأَكَلَ،
‎وَهَذَا اتِّفَاقٌ مِنْهُمْ عَلَى إبَاحَةِ دُخُولِهَا وَفِيهَا الصُّورُ، وَلِأَنَّ دُخُولَ الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ غَيْرُ مُحَرَّمٍ

Ketika Umar bin Khattab memasuki negeri Syam dan itu diketahui oleh kaum Nasrani negeri tersebut, mereka berinisiatif untuk menyambut Umar dengan menyajikannya makanan. Namun, jamuannya itu disajikan di dalam gereja mereka. Lalu Umar menolak hadir dan memerintahkan ‘Ali untuk menggantikannya. Datanglah ‘Ali ke undangan tersebut lalu masuk ke dalamnya dan menyantap hidangan yang disediakan. Kemudian Ali berkata: “aku tidak tahu kenapa Umar menolak datang?” Kata Ibn Qudamah, ini bukti kesepakatan mereka para sahabat bahwa memasuki gereja/sinagog tidaklah haram.

Nah, mungkin ada yang bertanya: mengapa Umar menolak datang? Kalau haram, mengapa Umar mengutus Ali? Kelihatannya alasan Umar tidak mau masuk dan menghadiri jamuan di gereja adalah karena khawatir umat Islam akan memahami bahwa boleh merebut gereja itu dan mengubahnya dijadikan masjid.

Ini juga yang dilakukan Umar saat menolak masuk ke gereja di Palestina. Umar menghindari kerusakan dan kekerasan. Namun, jelas bahwa Imam Ali dan para sahabat memasuki gereja dan menghadiri jamuan di dalamnya.

Demikianlah penjelasan dari kitab klasik yang otoritatif agar kita tidak memahami persoalan ini dengan emosi dan mudah mengkafirkan atau memurtadkan saudara kita yang masuk ke dalam gereja. Ini bukan jawaban orang liberal, syi’ah, orientalis, sekuler atau sebagainya. Ini murni jawaban dari kitab fikih berdasarkan pendapat para ulama, dan praktik Nabi Saw dan para sahabat. Mari kita hormati keragaman pendapat ulama.

Sumber naskah: Gus Nadirsyah Hosenbolehkah muslim masuk ke-gereja

Wartakiat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *