Karakteristik Manusia dan Fitrahnya

Karakteristik Manusia dan Fitrahnya

Oleh: Drs. H. Abd. Azis Tammauni, MM *

Baru sepekan yang lalu Ramadhan telah meninggalkan kita, yang ditandai dengan masuknya 1 Syawal 1441 H, kita  merayakan idhul fitri sebagai hari kemenangan umat Islam, kembali kepada fitrahnya sebagai manusia yang suci setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa beserta seluruh rangkaiannya, melaksanakan shalat tarawih di malam hari, tadarrus Al Quran, menunaikan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal, walaupun dalam situasi dan kondisi  pandemic wabah Covid-19..

Manusia sebagai ciptaan Allah Swt, dengan sendirinya berlaku hukum-hukum Allah terhadap kehidupannya. Dengan kata lain bahwa Tuhan menciptakan manusia itu dan menetapkan peraturan hidupnya , baik kehidupan pribadinya maupun hubungannya dengan sesama manusia dan hubungannya dengan Allah Swt sebagai pencipta.

Di dalam Al Qur’an surah At-Tin ayat 4, Allah SWT berfirman yang artinya: “Sungguh kami telah menciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Manusia diciptakan dalam struktur biologis yang sempurna dan dilengkapi dengan potensi indrawi, serta emosi dan akal. Bahkan dapat disebut bahwa manusia puncak ciptaan dan makhluk Tuhan yang tertinggi dan kemudian manusia diangkat-Nya sebagai Khalifah-Nya di bumi , sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 30, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan  Khalifah di bumi”.

Sebagai khalifah di atas bumi ini, maka manusia harus berperan sebagai penata, pengatur, perekayasa, atau pengelola agar memanfaatkan segala isi dan potensi alam semesta ini dengan cara yang benar dan sikap yang shaleh. Hal itu harus dilakukan dengan terlebih dahulu menguasai hukum-hukum Allah yang berlaku bagi alam dan manusia. Dengan kata lain manusia dihadirkan di bumi dan diserahkan kepadanya untuk kemakmurannya. Dengan demikian urusan memakmurkan  bumi diserahkan Tuhan kepada manusia dengan melengkapi  petunjuk-petunjuk, pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhinya.  Oleh karena itu manusia sebagai Khalifah Tuhan dapat mempertahankan martabatnya dengan tidak tunduk dan menyerah kepada alam, melainkan manusia hanya patuh dan tunduk dan mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT.

Manusia tidak sekedar sebagai individu yang terdiri atas jasmani dan rohani, tetapi juga sebagai makhluk sosial yang hidup bekerja sama dan membentuk keluarga, suku dan bangsa. Dalam kondisi sebagai makhluk sosial, manusia berkenalan antara satu dengan yang lain, berinteraksi, tolong menolong  dan  membentuk kelompok dan kesatuan sosial. Kelompok sosial dalam ilmu sosiologi dan ilmu ketatanegaraan dinamakan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang terikat oleh kesamaan cita-cita, tujuan dan bekerjasama  dalam pencapaian tujuan.

Semua aktifitas manusia di dunia, merefleksikan serentetan peristiwa yang disebut sejarah. Dunia ini  merupakan panggung sejarah, manusia  adalah sutradara sekaligus pelakunya. Bagi manusia menciptakan sejarahnya atau mengatur hidupnya menurut ketentuan-ketentuan Tuhan adalah suatu keharusan, sebagaimana alam yang berjalan menurut hukum Allah (sunnatullah), kalau tidak, maka pasti akan terjadi pembenturan-pembenturan  atau ketidakharmonisan.

Akan tetapi karena manusai tidak sama dengan alam yang secara otomatis tunduk kepada sunnatullah, ia dapat saja memilih alternative-alternatif yang ada. Manusia karena kesadaran dan kemampuan memilih yang sengaja diberikan Tuhan kepadanya, sebagai ciptaan yang sempurna, membuat ia tidak selamanya tunduk kepada hukum kehidupannya sendiri. Sebagian dari manusia malah justru mencari-cari dan menciptakan hukum yang sudah menjadi anugerah Allah. Dengan demikian manusia memilki potensi untuk tunduk dan potensi untuk ingkar terhadap sunnatullah  bagi diri dan kehidupannya. Hal inilah yang membedakan manusia dengan alam.

Kendatipun terjadi penyelewengan ataupun pengingkaran terhadap ketentuan-ketentuan Tuhan (sunnatullah), namun karena Maha Pengasih dan Maha Penyayang-Nya, Allah juga tidak serta merta menghukum dan menghancurkan hamba-hamba-Nya itu, melainkan Dia memberikan peringatan, membimbing serta memberi-Nya petunjuk. Hal ini dimaksudkan agar manusia kembali kepada fitrahnya dan dapat hidup sesuai dengan kehendak Alah SWT,  menjadi orang yang dapat bermanfaat kepada sesamanya, sebagaimana sabda  Rasulullah, “Sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberi manfaat kepada orang lain”.  Mungkin ini yang Allah SWT ingin tunjukkan kepada manusia  saat ini, karena hampir seluruh dunia dilanda pandemic wabah Covid-19. Di antara manusia mungkin ada yang ingkar kepada Allah, maka Allah ingin memberi teguran lewat wabah Covid -19 ini, agar manusia kembali kepada fitrahnya. Tapi kita yakin sebagai orang yang beriman, musibah ini adalah ujian Tuhan kepada hamba-Nya.

Sesungguhnya manusia memiliki karakteristik tersendiri sebagai identitasnya yaitu fitrah atau .kesucian sebagai sifat asal yang merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi membedakannya dengan makhluk-makhluk yang lain. Fitrah itulah yang membuat manusia  berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebaikan, kesucian dan kebenaran (hanif).

Kebaikan, kesucian dan kebenaran yang dimaksud itu adalah tunduk dan pasrah kepada Ilahi dengan mengikuti  hukum-hukumnya. Justru itu manusia dengan fitrah kejadiannya harus tunduk dan mengabdi atau menyembah semata-mata dan sepenuhnya kepada Allah Swt.  Al Quran surah Azzariyat ayat   56 menjelaskan,  “Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka beribadah  kepada-Ku”.

Jadi jika manusia tunduk kepada fitrah kejadiannya maka ia pasti akan memihak kepada Islam sebagai agama yang berisi tuntunan dan petunjuk-petunjuk Tuhan melalui Nabi Muhammad Saw yang keseluruhannya tercakup dalam Al-Qur’an . Bahkan Islam itu sendiri cocok dengan fitrah manusia . Oleh karena itu Islam adalah agama yang benar di sisi Allah Swt, dan barang siapa yang tidak memihak kepadanya (Islam), pasti ia tidak akan diterima  oleh Tuhan. sebagaimana dalam Al Quran surah Ali Imran ayat 85 “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi”.

Kebenaran Islam, telah mendapat jaminan  kesempurnaan  sebagai peraturan untuk tata hidup dan kehidupan yang dapat mengantar manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, bilamana manusia mengikuti Islam dan menjadikan Al Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai pegangan dan pedoman hidupnya, berarti manusia mengikuti hukum objketif, dan dengan demikian akan mencapai martabat yang tinggi dan akan hidup sempurna sebagai manusia.

 

*Penulis: Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Alkhairaat Palu/Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ittihad Persaudaran Imam Masjid (IPIM) Prov. Sulawesi Tengah

 

 

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *